Lahat ng Kabanata ng Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek: Kabanata 211 - Kabanata 220

"Raisa Larasati!"Dari suaranya, jelas terdengar emosi Ardi sudah kehilangan kendali. Aku yang beberapa hari ini terus berada di tekanan tinggi pun kehilangan kesabaranku. Aku menghirup napas dalam-dalam lalu berkata kesal, "Jadi Dokter Ardi, sebenarnya apa yang sedang kamu permasalahkan? Kamu berulang kali bilang kita itu suami istri, tapi apa kamu tahu apa yang namanya suami istri?"Ardi tiba-tiba terdiam, aku tetap melanjutkan, "Suami istri bukan hanya rekan kerja sama di mata hukum, pernikahan itu seharusnya hubungan tertinggi dalam percintaan. Suami istri seharusnya berkembang bersama, seharusnya teman untuk melawan kesepian dan penderitaan. Sedangkan kamu? Sebagai suamiku, selain menyalahkanku dan menghinaku saat ada masalah, apa lagi yang kamu lakukan sebagai suamiku?"Dua tetes air mata mengalir turun dari wajahku, suaraku juga terisak. "Kamu hanya menganggap surat kawin ini sebagai tali yang mengikat dan mengendalikanku. Tapi aku ini manusia, Ardi. Sesuka apa pun aku padamu, a

Rian juga menyadari hal ini.Aku mulai gelisah, kemungkinan karena makalahku, telah terjadi sesuatu. Akhirnya kami bertemu Bu Ratna di depan lift."Kalian masih belum tahu?" Bu Ratna mengecilkan suaranya menjelaskan, "Katanya pagi ini bagian ruang bedah memecat seorang perawat. Menurutku ada hubungannya dengan tim investigasi."Begitu tim investigasi diungkit, aku langsung teringat kejadian kemarin. Dikaitkan dengan perawat yang dipecat, aku pun bertanya, "Jangan-jangan perawat itu yang menghapus catatan riwayat digital?"Bu Ratna melihatku dengan penuh makna. Meski dia tidak langsung menjawab, aku sudah tahu jawabannya.Beberapa saat kemudian, dia menambahkan, "Catatan penting seperti ini pasti ada cadangannya di penyimpanan daring. Kalau aku nggak salah, pihak rumah sakit sebentar lagi akan memberikan peringatan."Seperti yang sudah Bu Ratna duga, satu jam kemudian, Devi berlari mencariku dan berkata, "Peringatannya sudah keluar, Kak Raisa, kamu akhirnya terbukti nggak bersalah."Aku

"Benar kata Pak Petra, kami akan menerima semua pendapat Pak Petra, lalu melaporkannya ke petinggi rumah sakit pas rapat ...."Pak Petra memutar bola matanya. Saat melihatku, dia berkata dengan santai, "Tiga hari terlalu lama, perusahaan kami nggak bisa menunggu.""Menurut Anda, bagusnya berapa hari?""Menurut aku bagusnya berapa hari?" Pak Petra mengulangi kata-kata ini lalu melihatku dengan tatapan mengejek sambil berkata, "Ini tergantung ketulusan Mogowa."Mendengar ini, aku tiba-tiba punya firasat buruk.Satu detik kemudian, aku mendengar Pak Petra berkata, "Kalau nggak, suruh Dokter Raisa yang bersalah ini berlutut memohon padaku, mungkin saja masa mediasi ini bisa lebih panjang."Pengacara Mogowa tiba-tiba tidak bisa berkata apa-apa, senyumannya juga jadi kaku.Seakan-akan sedang memastikan dirinya tidak salah dengar.Setelah dua detik, dia baru berkata, "Pak Petra, bagaimanapun juga Dokter Raisa masih muda, gengsinya tinggi. Kamu memintanya minta maaf boleh saja, tapi kalau berl

Aku tidur satu hari satu malam di apartemen. Kalau bukan karena ada telepon dari ibuku, aku mungkin akan terus tidur."Ajaib sekali, ibu mertuamu bisa-bisanya mengundang kita makan di kediamannya." Ibuku terdengar menyindir tapi juga sombong. "Pasti karena melihatmu berjasa besar di kasus perusahaan logistik kali ini."Aku memijat keningku lalu bertanya, "Terus kamu setuju?""Kenapa nggak?" Ibuku berkata kesal, "Dulu selalu kita yang berinisiatif ke sana, sekarang mereka mengundangku, aku tentu saja harus pergi."Mengingat hubunganku dan Ardi yang sudah penuh retakan, lalu teringat aku bisa menyelesaikan kasus kali ini juga dengan bantuan dia, aku pun menjawab, "Baik, aku ke sana sekarang."Di ruang tamu, anggota Keluarga Wijaya sudah duduk di meja makan. Melihatku masuk, mereka refleks berdiri.Ibuku pun duduk dengan senyuman berseri-seri lalu berkata, "Kalian terlalu sungkan, cuma makan biasa saja sampai menyiapkan makanan sebanyak ini."Harus diakui, makan malam hari ini memang lebi

Matanya menghindar.Dia tidak mau memberi tahu, aku juga tidak bertanya lagi. Kami pun bersama-sama masuk ke kantor Pak Budi.Melihat kami masuk, Pak Budi mendorong undangan di atas mejanya dan berkata, "Kalian bisa dibilang dapat berkah setelah musibah. Coba kalian lihat."Aku dan Rian bertukar pandang lalu perlahan-lahan membuka undangan itu. Waktu kubaca dengan saksama, ternyata ini undangan untuk Konferensi Profesional Regional Neurosains dan Anestesiologi.Aku pernah mendengar Profesor Haris mengungkit konferensi ini. Meski tidak bisa dibandingkan dengan konferensi nasional, para dokter ahli neurologi di bagian barat akan hadir.Sementara nama Rian dan Raisa bisa-bisanya tertulis di undangan.Konferensi ini diadakan di hall galaksi yang ada di hotel berbintang terbesar di Nowa."Pihak penyelenggara menambahkan nama kalian di saat-saat terakhir." Melihat kami tidak berbicara, Pak Budi menjelaskan, "Aksi kalian kali ini bisa dibilang telah mengguncang seluruh dunia medis. Lihat saja