“Bu… Elok nggak tahu Ibu di sana gimana, apa masih bisa tidur nyaman, atau justru Ibu lagi gelisah.”Hujan turun perlahan. Tetesannya menimpa atap seng kontrakan Gilang hingga menimbulkan bunyi berulang. Suaranya berisik akan tetapi menurut Elok itu adalah bunyi yang menenangkan di dengar telinganya.Di ruang depan, Elok duduk bersedekap seraya menatap jalanan kecil yang tergenang. Lampu kota memantul di permukaan air, sementara udara lembap menyelimuti tubuhnya yang dibalut jaket milik Gilang.Matanya memerah, dia mengusap hidungnya yang berair. “Kalau Elok punya kuasa, Elok udah jemput Ibu sendiri. Tapi Elok cuma bisa nunggu.” Kemudian dia menangis dalam diam. Sungguh menyiksa sekali hatinya.Tak lama Gilang muncul membawa dua cangkir teh hangat. Uapnya mengepul lembut. Dia duduk di samping Elok berusaha tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa dia di situ bersamanya.“Tehnya masih panas,” kata Gilang singkat, menyerahkan cangkir ke tangan Elok.Elok mengusap lagi ma
Terakhir Diperbarui : 2025-07-07 Baca selengkapnya