Lahat ng Kabanata ng Noda Dalam Semalam: Kabanata 11 - Kabanata 20

“Kenapa kakak pulang sendiri, di mana istriku?” Jagat sudah menunggu kakaknya dan sang istri sejak satu jam yang lalu, kedua orang tuanya juga menanyakan hal yang sama padanya, saat dia menjawab Seruni bersama Arsen mereka tidak bertanya lagi, tapi kedua orang yang seharusnya tiba lebih dulu darinya itu belum juga menampakkan batang hidungnya meski jam makan malam sudah berakhir, membuat Jagat diam-diam merasa khawatir. Apalagi saat dia ingat Seruni sedang hami anaknya. “Kenapa kamu bertanya padaku bukankah dia istrimu,” jawab laki-laki itu seenaknya lalu melanjutkan langkahnya. “Kak! Jangan bercanda istriku sedang hamil, kemana kakak membawanya?” tanya Jagat yang untuk pertama kalinya meninggikan suara di depan sang kakak. “Memangnya kamu peduli padanya, bukannya kamu lebih memilih bersama Rira dari pada istrimu?” Jagat memejamkan matanya, dia tak bisa membantah hal itu. Jujur saja tadi dia berharap bahkan berdo’a sepenuh hati supaya Rira mau memutuskan pertunangannya dengan sa

“Rira pesananmu sudah datang tadi aku ambilkan sekalian.” Rira menoleh begitu namanya di sebut, lalu tersenyum dan mengangguk. “Makanlah.” “Jangan begitu kamu bilang sejak tadi belum sarapan. Ini makanlah.” Rira menggeleng. “Kamu sedang diet, kalau begitu kenapa beli tadi?” “Aku memang ingin tadi tapi sekarang nggak nafsu lagi, anggap saja rejeki kalian. Aku juga beli untuk kita makan bersama,” kata Rira manis seperti biasa. “Oh Rira orang yang membuatmu patah hati pasti akan menerima karmanya. Dia pasti menyesal karena Jagat pasti akan selalu mencintaimu.” Wajah sendu Rira pasang sebaik mungkin saat menerima pelukan dari teman-temannya. Dia sebenarnya tak ingin berbuat seperti ini, tapi dia tidak bisa tinggal diam saat Jagat begitu tersiksa menikah dengan wanita itu karena hamil duluan. Seharusnya wanita itu tahu diri dan tidak muncul lagi di depan Jagat dan keluarganya. Rira yakin wanita itu sudah mendapatkan banyak uang dari Jagat setelah malam itu, tapi dia terlalu

"Kamu sudah lihat?" Seruni yang baru saja memasuki ruangan menatap Tita yang panik dengan bingung."Melihat apa?" "Astaga, kamu bahkan tidak melihatnya." "Apa sih, Ta. Jangan buat aku penasaran." Tita tak banyak bicara dia langsung menggeret Seruni masuk ke dalam ruangan mereka dan meminta wanita itu duduk di kursinya. "Lihat ini." Tita memperlihatkan sebuah postingan di ponselnya, Seruni biasanya tidak peduli dengan apapun ulah rekan kerjanya, tapi kali ini dia tidak bisa melakukan hal yang sama. Gambarnya hanya sederhana dua buah tangan yang saling menggenggam, dan Seruni bisa menebak tangan siapa itu, apalagi jam tangan mewah yang ada di pergelangannya dengan sebuah caption yang sangat ambigu. "Apa yang kita genggam bisa hilang karena kelicikan seseorang." Postingan itu mendapatkan ribuan like dan komentar. Seruni tidak ingin membaca apapun komentar itu, karena pasti akan membuatnya sakit hati dan terhina.Ada kemarahan yang berusaha dia tahan sebaik mungkin. Wanita itu

"Telepon saja jika khawatir." Seruni menatap malas pada sang suami yang entah sudah berapa kali mondar-mandir di dalam kamar mereka. Kamar mereka. Sejak kepulangan Arsen, Jagat tidak lagi tidur di ruang kerjanya, semalam apapun dia menyelesaikan pekerjaan akan langsung kembali ke kamar mereka untuk tidur... Di sofa. Benar, dari pada tidur nyaman di ranjangnya yang luas dan empuk bersama Seruni, Jagat lebih memilih sofa yang panjangnya sama sekali tidak bisa mengcover tinggi badannya. Mulanya Seruni berbaik hati untuk berganti tempat dengan sang suami, dia saja yang tidur di sofa, toh tubuhnya mungil dan Sofa itu pasti bisa dia jadikan tempat tidur yang nyaman. Tapi dengan tegas Jagat menolak. "Kamu kira aku laki-laki pengecut, sudahlah tidur saja dengan baik," katanya dan sejak itu Seruni tak pernah menawarkan hal yang sama meski dia tahu kalau saat bangun pagi Jagat sering memijat pundaknya yang kaku. Seruni ingin melihat sampai dimana Laki-laki yang terlahir dengan kenyamanan

“Wah sejak kapan kamu merokok?” Jagat langsung menoleh. Kenapa Arsen harus kemari? dari sekian banyak penghuni rumah ini dia sama sekali tidak ingin bertemu muka dengan kakaknya. Apalagi setelah kejadian di cafe tadi. “Kata mama kamu tadi pergi kencan dengan Seruni, wah pasti menyenangkan sekali,” kata laki-laki itu yang sudah mengambil tempat duduk di sampingnya. “Kenapa kakak di sini, ini sudah malam?” tanya Jagat yang sama sekali tidak menutupi ketidaksukaannya dengan kehadiran sang kakak. “Kamu sendiri untuk apa di sini, istrimu pasti menunggumu di kamar.” Rasa segan dan takut pada sang kakak yang biasanya dia rasakan seolah sirna tergerus dengan rasa marah yang ada dalam hatinya. Seharusnya dia yang bersama Rira, dan tertawa bersama, mempersiapkan pernikahan mereka. Andai saja dia tidak terlambat mengungkapkan semuanya pada orang tuanya, andai saja s