บททั้งหมดของ Noda Dalam Semalam: บทที่ 31 - บทที่ 40

Hari ini pertama kalinya baik Seruni maupun Jagat masuk kerja lagi setelah acara ulang tahun Rira waktu itu. Sejujurnya Seruni sangat penasaran sengan tanggapan para rekan kerjanya, dia sudah mencoba bertanya pada Tita, tapi wanita itu dengan wajah datar dan menyebalkan langsung berkata. “Penting banget pendapat mereka.” Nggak penting juga sih sebenarnya, tapi Seruni penasaran juga, apa tanggapan mereka karena pasti dia juga akan dikaitkan dengan masalah ini. Dan Jagat, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan suaminya itu nanti jika mendengar ada orang yang menjelekkan Rira lagi. Hatinya tak terima, karena sebagai istri Jagat dia pernah mengalami penghinaan yang lebih dari itu, tapi bukannya membela suaminya itu malah mendukung mereka yang menghinanya. Sampai sekarang Seruni berusaha tegar dengan mengganggap itu hanya angin lalu yang segera hilang setelah mereka bosan, tapi nyatanya kadang dia nelangsa karena laki-laki yang harusnya membela dan melindunginya sama sekali tak peduli

Marah ternyara embutuhkan banyak energi, dan terutama kerugian pada diri sendiri. Itulah yang Seruni rasakan saat ini. Entah mengapa hari ini terasa lebih terik dari biasanya, dan bayi dalam perutnya seolah juga sering sekali menendang perutnya. Mungkin ini yang dinamakan kualat karena melawan suami. Seruni menggelengkan kepalanya pelan, rasanya tidak juga. Dia melawan Suaminya karena alasan sang suami yang tidak tepat, Jagat mengakhawatirkan Rira jika Seruni tetap bekerja di sana, bukan karena takut istri dan anaknya kenapa-napa. Mungkin bagi Jagat keadaan Seruni dan anaknya tidak penting. Riralah segalanya bagi laki-laki itu. Karena kesal dan sakit hati pada sang suami Seruni nekad keluar dari restoran lebih dahulu meninggalkan Jagat yang sedang membayar makanan mereka, rencananya dia akan pulang dengan taksi saja, tapi sialnya ponselnya mati kehabisan daya dan tidak ada satu taksi pun yang lewat. "Masuklah." Seruni bahkan tak menyadari kalau mobil mewah suaminya sudah ada di

Kemarin keputusan yang dia ambil terasa sudah benar. Sangat benar, bahkan dia tidak perlu untuk berpikir dua kali untuk melakukannya. Akan tetapi sekarang dia malah merasakan sebaliknya. Apa dia telah mengambil tindakan yang akan menyakitinya lagi? Sungguh dia tidak bermaksud begitu, dia hanya ingin melindungi orang-orang yang dia sayangi. Jagat memejamkan matanya kuat-kuat berusaha mensugesti pikirannya, bahwa keputusan yang dia ambil sudah benar adanya. Dia tidak menyakiti Seruni, seperti yang wanita itu katakan. Dia akan memenuhi kewajibannya untuk memberi nafkah lebih dari kata layak untuk istrinya itu. Meski setelah wanita itu melahirkan anaknya, Jagat memang tidak mencintai Seruni tapi dia juga tidak suka dengan perceraian membayangkan anaknya akan memanggil papa untuk laki-laki lain sungguh tak tertahankan. Ini hanya soal kebiasan. Yah hanya itu. seperti dirinya yang beberapa kali melirik ke kursi penumpang samping yang beberapa hari ini menjadikan Seruni penghuni

Seruni menatap gerimis di luar lewat jendela kamarnya yang terbuka lebar, saat pintu kamar tiba-tiba terbuka dan suaminya masuk sambil membawa nampan di tangannya. “Ini pesananmu makanlah, ini lebih sehat dari yang dijual di jalanan itu.” Seruni lupa kalau dia menikah dengan laki-laki yang sudah bergelimang harta sejak lahir, bahkan dia tak yakin kalau Jagat pernah makan makanan di pinggir jalan. Permintaannya hanya sederhana hanya minta telur gulung yang banyak dijual di alun-alun kota, tapi sepertinya hal itu jadi masalah besar untuk Jagat. Dari masalah kesehatan hingga reputasi segala diungkit membuat Seruni kapok meminta makanan pada suaminya. Dan sekarang dengan entengnya sang suami menyiapkan telur gulung buatan pembantu rumah ini. Sebenarnya tidak ada masalah dengan hal itu, tapi perasaan Seruni yang sensitif membuatnya merasa sangat nelangsa, tanpa sadar matanya berkaca-kaca, bukan karena terharu tapi kesal. “Kamu seingin itu ya makan makanan ini sampai nangis,” kata Ja

Seruni tak pernah bermimpi akan bisa berjalan bergandengan tangan dengan Jagat sambil menikmati pagi di tengah kebun dengan berbagai macam tanaman buah yang mengelilinginya. Ini terlalu tak tanya, bibirnya terasa akan sobek karena senyum lebar yang dia sunggingkan sejak tadi. Jagat memang tidak tersenyum selebar dirinya, tapi dia tahu dari wajah sang suami, laki-laki itu juga menikmati kebersamaan mereka. Bagi Seruni itu lebih dari cukup. Apalagi mengingat semalam dia tidur dalam pelukan hangat laki-laki itu, membuat pipinya tak henti-hentinya merona karena malu. “Jeruk itu sepertinya sudah matang.” Seruni melepaskan genggaman tangan mereka dan perlahan mendekati jeruk yang terlihat ranum di pohonnya tapi...“Awh!” “Kamu baik-baik saja? banyak durinya mundurlah,” kata Jagat. Laki-laki itu meraih tangan sang istri dengan khawatir dan tanpa diduga mengecup lembut tangan sang istri yang terluka membuat wanita itu membulatkan matanya. “Ap-apa yang mas lakukan?” tanyanya gagap. “Ka