Pagi di Jakarta masih diselimuti mendung, tapi langit tampak lebih bersahabat dibanding hari-hari sebelumnya. Di dalam studio komunitas, Luna duduk di dekat jendela sambil memandangi surat dari Adrian yang kini sudah dibacanya malam tadi. Ia membacanya pelan-pelan, dua kali, lalu tiga kali. Setiap kalimat seperti musik yang dimainkan dalam hati—jujur, pelan, tapi menghantam.Isinya bukan tentang mengulang cerita lama, atau tentang ingin kembali. Tapi tentang keberanian untuk mengakui hal-hal yang dulu mereka pendam. Tentang luka yang tidak lagi menjadi tuntutan, melainkan bagian dari proses memahami.Pintu studio terbuka, dan Ciko masuk dengan gitar di punggung. “Lun, latihan kita jam sepuluh ya? Aku datang kepagian,” katanya sambil tertawa kecil.Luna menyimpan surat itu ke dalam bukunya dan berbalik. “Nggak apa-apa. Sekalian kita review lagi bagian bridge lagu kamu kemarin.”Hari itu diisi dengan latihan, tawa, dan sedikit obrolan ringan tentang rencana pertunjukan kecil untuk pelun
Last Updated : 2025-07-13 Read more