Ia menghela napas pelan, lalu menunduk sedikit seraya mengangguk. “Baik, saya bersedia melakukan apa pun yang guru katakan pada saya,” ucapnya lirih.Ali Nurdin tersenyum lebar, senang.“Satu pelajaran penting baru saja kamu lewati,” ujarnya lembut.Ia lalu melanjutkan, “Sebagai seorang murid, kamu harus selalu memposisikan dirimu sebagai cangkir kosong. Kamu tahu, bukan? Cangkir yang sudah penuh, apalagi meluap, tidak akan mampu menerima apapun lagi yang dituangkan ke dalamnya. Tapi cangkir yang kosong … ia siap menerima, menyerap, dan tidak menyia-nyiakan apa pun.”Akash mengangguk perlahan. “Saya mengerti,” sahutnya tulus. Kata-kata itu, meski sederhana, terasa seperti kunci emas yang membuka pintu kesadaran baru dalam dirinya.Ia menatap Ali Nurdin dengan penuh penghormatan.Ya, pria ini bukan orang sembarangan. Selama percakapan mereka, Ali Nurdin telah dengan halus menguji hatinya, niatnya, dan bahkan egonya—tanpa membuatnya merasa digurui atau direndahkan.Untuk pertama kalinya
Last Updated : 2025-06-12 Read more