Suara adzan pun berkumandang dari pengeras suara di puncak menara. Merdu, bersih, menggetarkan.“Allahu Akbar, Allahu Akbar .…”Ia menunduk. Matanya lagi-lagi terasa panas. Dan sebelum ia sempat menyadarinya, air matanya jatuh. Ia tidak berusaha menghapusnya kali ini.Karena untuk pertama kalinya sejak lama, Akash merasa bukan sebagai miliarder, bukan sebagai pemilik perusahaan besar, bukan sebagai orang yang dipuja-puja di panggung bisnis.Malam itu, ia hanyalah seorang anak lelaki yang tersesat dan sedang mencari jalan pulang.Saat adzan selesai berkumandang, suara langkah kaki terdengar kembali. Laki-laki separuh baya itu muncul dengan dompet kecil di tangannya.“Maaf lama, Mas. Ini kembaliannya, enam puluh ribu, ya,” katanya sambil mengulurkan beberapa lembar uang.Namun Akash menggeleng pelan. Ia berdiri dan menatap pria itu dalam-dalam, lalu tersenyum.“Tidak usah dikembalikan. Anggap saja sedekah.”Lelaki itu sempat terdiam, lalu ikut tersenyum. Tapi bukan senyum yang penuh bas
Terakhir Diperbarui : 2025-06-06 Baca selengkapnya