Hati Kirana terasa hangat, seperti es yang mulai mencair perlahan, ketika mendengar suara Bayu yang penuh harap.“Baik, Ibu janji,” ucapnya. Senyumnya merekah lembut, bagai cahaya temaram dari lampu gantung tua di ruang tamu yang menebarkan rona keemasan ke seluruh sudut rumah. Kehangatan itu merambat, mengisi celah-celah hati yang selama ini dibiarkan kosong.Namun, Bayu tidak pernah bisa diam lama. Ada kilatan jenaka di matanya, khas anak yang sedang mencari celah.“Kalau mau ganti rugi karena bikin kami lama nunggu…” ia menyilangkan tangan di dada, bibirnya terangkat nakal, “…bagaimana kalau mulai besok Ibu jemput kami setiap hari?”Kirana mengernyit refleks, dahi halusnya berlipat, seolah menimbang cepat. Ia baru saja hendak menolak, tetapi Bayu lebih lincah.“Tidak perlu setiap hari, kok,” ujarnya buru-buru, seperti tahu betul apa yang ada di benak ibunya. “Sampai acara ulang
Last Updated : 2025-09-05 Read more