Udara di kamar terasa semakin panas, semakin sesak. Ranjang kayu jati berderak keras mengikuti ritme liar mereka. Adellia menggigit bibir sampai nyaris berdarah, tapi Keenan tak membiarkannya—ia menangkup dagunya, memaksanya menatapnya."Jangan. Aku ingin dengar semuanya," desisnya, sebelum mempercepat gerakan, lebih kasar, lebih tak kenal ampun.Adellia tak tahan lagi. Tubuhnya meledak dalam gemuruh yang membutakan, tapi Keenan tak memberinya waktu untuk pulih—ia menariknya kembali, memaksanya menungganginya dengan posisi yang bahkan lebih intim, lebih dalam."Tidak—aku tidak bisa—!" erang Adellia, tapi tubuhnya sudah bergerak mengikuti perintah Keenan."Kau bisa," geram Keenan, tangannya mencengkeram rambut Adellia, menarik kepala ke belakang. "Dan kau akan mengulanginya sampai aku puas."Malam itu, mereka seperti dua badai yang saling menghancurkan—tanpa ampun, tanpa sisa. Ketika akhirnya Keenan membiarkan dirinya jatuh, tubuh Adellia sudah lemas, berkeringat, dan dipenuhi tanda me
Terakhir Diperbarui : 2025-05-18 Baca selengkapnya