Semua Bab Perjanjian Panas dengan Kakak Muridku: Bab 501 - Bab 510

Liburan tiba. Sayangnya hanya dua hari saja. Eve menyetir dengan santai—kap mobilnya terbuka. Bukan mobilnya, mobil Bastian yang ia pinjam. Waktu meminjam saja harus ada imbalannya. Merelakan tubuhnya kelelahan namun bisa membawa mobil pria itu. Tapi Bastian tidak ingin hanya meminjamkan mobil, ia ingin membelikan Eve mobil yang sama dengan miliknya. Tapi, Eve langsung menolak. mana bisa ia membawa mobil semahal ini untuk bekerja. “WOAAAAAH!” Sheril berdiri di kursi belakang. Dengan kacamata hitam yang masing-masing yang bertengger di hidung masing-masing tiga perempuan itu. “Tidak terlalu jauh, tapi kenapa suasananya berbeda sekali ya?” tanya Eve pada Meta. “Di sini sangat sejuk dan tidak macet sama sekali.” Meta mengangguk. “Tapi kalau datang saat liburan, tentu saja akan macet. Bahkan kak Eve tidak akan bisa melihat pantai karena penuh dengan orang-orang.” Eve mengangguk mengerti. ia menoleh ke samping sebentar. pemandangan yang indah. Di sepanjang perjalana

Sheril mengngguk. Pria tampan di hadapannya sesaat membuatnya lupa kalau dirinya sudah memiliki kekasih. Sheril tersenyum manis dan mengangguk. “Iya, terima kasih.” James mengangguk. Menatap Sheril dan menatap… Wanita yang berada di dalam. Meta mengangguk dan tersenyum. Tapi James mengernyit menatap wanita yang sedang menunduk. Menutupi wajahnya dengan tutup panci. Tidak mau berpikir terlalu lama, akhirnya James menggeleng pelan. Lalu pergi begitu saja. Sheril menutup pintu—dengan membawa bolu pisang buatan tante Sofi. “Ternyata dia sangat tampan dilihat dari dekat. Dia juga sangat tinggi.” Sheril dengan antusias. Meta berdecak. “Dasar centil. Aku adukan pada Brayson.” “Jangan!” Sheril melotot. “Dia bisa ngambek tujuh hari tujuh malam.” Eve tertawa. Sudah menyingkirkan tutup pancit yang ia gunakan tadi. Ia mengambil satu potong bolu pisang buatan tante Sofi. “Ehmm..” Eve mengangguk karena enak. Tidak terlalu manis. Empuk juga. “Kalau dipikir-pikir. Kenapa semua

“Waaah…” Eve mengeratkan jaketnya. Ternyata dingin juga, apalagi angin di tepi pantai juga cukup kencang. “Jangan lama-lama di sini. Nanti kalau merasa mual atau kedinginan, kita harus segera pulang,” ucap Eve pada Meta. Kesehatan wanita itu yang terpenting. Jangan sampai sakit. “Oke, bu dokter!” Sheril memberikan hormat bendera. Mereka berjalan di depan sebuah bangunan pasar yang sudah tutup. Pasar itu terletak tepat di depan pantai. Ada beberapa wahana sederhana yang bisa mereka coba. Lalu di sepanjang mereka berjalan ada tenda-tenda yang menawarkan jajanan. “Coba beli.” Eve berjalan menuju tenda yang menjual makanan ringan. Seperti kerupuk yang dibumbui pedas. “Kau jangan coba-coba makan,” peringat Eve setelah membelinya. Ia berbagi dengan Sheril. Sedangkan Meta hanya bisa meneguk ludah saat melihat mereka berdua makan dengan lahap. Juga, sebenarnya ia suka makanan yang pedas. Sangat pedas… Tapi demi anaknya, ia tidak akan makan. Mereka kembali berjalan. “

“Itu tetangga,” ucap Sofi. “Ibu harus pisah mereka dulu.” Ada dua orang yang sedang cekcok. Dua wanita yang sudah tua, entah kenapa mereka melakukan perdebatan. Memancing perhatian warga yang lain. “Berhenti.” James menghentikan ibunya yang ingin berjalan mendekati dua wanita yang sedang berdebat. “Tidak usah ikut campur. Berhentilah bersikap baik pada orang lain,” ucap James benar-benar lelah dengan ibunya. Ia hanya tidak suka jika ibunya terlalu ikut campur urusan orang. Karena terlalu baik, itu juga merepotkan. “Tidak bisa.” Sofi sudah lebih dulu berlari ke arah dua orang wanita itu. Namun, mereka berdua dengan cepat sudah saling menjambak. Pada akhirnya—Sofi yang berusaha memisahkan mereka terkena dampaknya. Satu dari mereka yang tidak ingin dipisah—mendorong Sofi sampai tersungkur dan menabrak meja. BRAAAK! “Bu!” James menunduk. memeriksa keadaan ibunya yang ternyata, dahinya berdarah. Dua wanita yang tadinya berkelahi itu akhirnya terdiam. satu dari mere

Eve mengusap dadanya. Sedangkan Sheril tertawa nyengir tanpa merasa bersalah. “Apa yang kakak bicarakan dengannya?” tanya Sheril ingin tahu. Rasa penasarannya sudah memuncak. Sedangkan Meta sudah berada di dalam kamar. tidur, bumil itu memang senang sekali tidur. “Tidak bicara banyak. tapi aku merasa dia sudah berubah. Mungkin sudah tidak sekejam dulu.” Eve menaruh peralatan p3k ke atas meja. melepaskan jaketnya. “Baiklah. Cepatlah tidur. Besok pagi kita harus ke pantai. Kita akan berenang di sana sembari menikmati sunset!” ucap Sheril begitu semangat. “Setelah itu kita bisa membeli sarapan di pasar! Itu akan menyenangkan!” “Baiklah.” Eve pasrah. Meski ia tidak yakin kalau dia sanggup bangun pagi-pagi. Ia merogoh ponselnya. Ternyata Bastian menagihnya untuk melakukan panggilan video. “Kenapa lama sekali?” keluh Bastian ketika Eve baru menerima panggilan. “Aku terlalu senang bersama…” Eve berhenti sejenak. Menatap Sheril yang masih berada di hadapannya. “Sheril dan Meta