Udara di lorong sempit itu terasa lebih dingin, dan menyesakkan. Adrian dan Meri berlari, napas mereka memburu, langkah kaki menggema di dinding batu. Meri tidak peduli dengan rasa sakit di kakinya. Ia hanya melihat ke depan, ke dalam kegelapan, seolah matanya bisa menembus dinding dan menemukan anak-anaknya.Ia mengangkat tangan, jemarinya menyapu simbol-simbol kuno di dinding, berharap merasakan jejak sihir, sisa energi, apa pun yang bisa memberinya harapan. Namun, setiap simbol yang disentuh terasa dingin, mati. Seolah napas terakhirnya telah dihisap. Jantung Meri mencelos. Ia menggigit bibirnya hingga terasa anyir di lidah."Jejaknya dihapus. Mereka memang nggak mau kita tahu ke mana mereka bawa anak-anak," katanya lirih, suaranya nyaris pecah.Adrian mempercepat langkah, hendak berbelok ke lorong berikutnya&mda
Last Updated : 2025-08-30 Read more