Sinar matahari pagi menembus tirai tipis ruang tamu penthouse, menciptakan semburat keemasan di lantai marmer. Meri berdiri di dapur, masih mengenakan pakaian tidurnya, rambutnya digelung asal. Tangannya sibuk memecahkan telur ke dalam mangkuk kecil sambil sesekali mengintip ke arah pemanggang roti.Adrian masih tidur. Ia sudah tahu itu—karena tadi sempat memandangi wajah pria itu dalam diam, cukup lama, cukup dalam, sebelum ia bangkit dari ranjang. Meri tahu, pagi seperti ini… mungkin tidak akan ada lagi.Ia menaruh dua lembar roti ke dalam toaster, lalu memutar knop pemanggang. Aroma kopi sudah memenuhi ruangan, panas dan pahit, seperti kenyataan yang terus menekan dadanya."Kamu nggak bisa terus pura-pura ini normal, Meri," bisik hatinya, tapi ia tetap memaksa bibirnya tersenyum kecil.Piring-piring mulai tertata. Telur setengah matang, saus, irisan alpukat, dua gelas jus jeruk. Ia duduk sejenak di stool dapur, memandang hasil kreasinya.“Pagi-pagi rajin banget, kamu ngapain…”Suar
Last Updated : 2025-07-23 Read more