Lift berdenting pelan.Meri melangkah keluar tanpa menunggu pintu terbuka penuh. Langkahnya cepat, hampir berlari, menyusuri koridor menuju ruang kerja Adrian. Sesuatu di dadanya mendesak, sebuah firasat tajam yang menolak diabaikan. Dan ketika pintu terbuka—“LUCIEN?!”Lucien berlutut di sisi tubuh Adrian yang tergeletak di sofa kantor, dasi sudah longgar, napasnya terengah seperti habis berlari maraton.“Meri! Dia... dia nggak sadar!”Adrian tampak seperti seonggok patung porselen yang retak. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil hebat meski ruangan tak sedingin itu. Meri langsung menjatuhkan diri ke lantai, lututnya menghantam keras.“Adrian...”Tangannya menyentuh pipi pria itu—dingin.Lucien menggumam, “Aku lihat. Sepertinya dia—tadi dadanya nyeri, terus dia jatuh kayak—kayak...”“Lucien,” bisik Meri, pelan tapi mantap. “Tenang! Kalau kamu panik, nanti aku makin panik.”Tangannya bergetar saat ia menyentuh dahi Adrian, lalu dada, lalu pergelangan tangannya. Ia menutup mata, napas te
Huling Na-update : 2025-07-16 Magbasa pa