All Chapters of Dinikahi Juragan Sayur Milyuner: Chapter 71 - Chapter 80

“Istigfar Neng, Istigfar! Tidak ada yang bisa menyakiti Ayah karena Ayah ada di tempat yang aman,” ucap Avin lagi saat merasakan tubuh istrinya kembali bergetar dalam pelukannya. “Aa sudah menempatkan Ayah dengan para penjaga yang akan menjaganya sampai Ayah sembuh, jadi tidak ada yang bisa mencelakai Ayah dengan mudah di tempat itu,” lanjut Avin lagi agar Dea tenang dan tidak ketakutan. Dan benar saja, tubuh Dea berhenti bergetar dengan ia merenggangkan pelukannya sambil mendongak menatap sang suami dengan tatapan tidak percaya. “Ini beneran A’? Bukan bohongan?” tanya Dea masih tidak percaya. Wanita itu benar-benar takut Ayahnya dicelakai hanya karena dirinya. Semua kekerasan dan ketidakadilan yang ia alami dari kecil membuat Dea takut untuk bergantung pada orang lain. Dulunya ia begitu bodoh berharap pada kedua abangnya akan menolongnya saat ibunya marah dan mengurungnya di lemari sempit. Ia selalu berharap abangnya akan menahan sang ibu saat memukuli dirinya jika dia patu

Siska berjalan kaki menuju rumah temannya yang sudah beberapa bulan ini tidak lagi ia temui. Karena sudah mendekati magrib, ia memutuskan untuk melepas lelah di rumah temannya sebelum pulang ke rumah dengan alasan yang jelas. “Kok pintu rumahnya Ela gak ditutup rapat? Udah mau magrib loh ini?” gumam Siska saat melihat dari pagar jika pintu rumah temannya masih terbuka sedikit. Siska cepat-cepat membuka pagar yang juga tidak ditutup rapat. Saat akan meletakkan sandalnya di rak, matanya terpaku pada sepatu yang tampak familiar. “Ah, yang punya sepatu gitu kan banyak, gak mungkin sepatunya Ghufron ada di sini? Ngapain juga di rumah Ela jam segini? Lagian Ela juga gak kenal siapa Ghufron,” ucapnya dengan geleng-geleng menepis prasangkanya. Karena pintunya terbuka sedikit, Siska langsung mendorong pintu untuk masuk dan menutup kembali pintu depan dengan hati-hati. “Si Ela ceroboh banget, pintu gak ditutup rapat!” gerutu Siska sambil balik badan mencari keberadaan temannya itu.

Oma dan Opa langsung meninggalkan ruang makan tatkala mendengar teman lama mendatangi kediaman mereka setelah sekian lama. Dari belakang, keduanya mengenal betul punggung tegap dan kokoh sahabat mereka meskipun umur sudah tidak lagi muda. “Brady!” panggil Opa Manggala dengan panggilan akrab mereka saat muda dulu. Sosok yang dipanggil langsung menoleh, dan gurat lelah langsung terlihat di wajah keriput pria asing tersebut dengan mata berkaca-kaca. “Gala, Kakak ipar!” serunya dengan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan bertemu keduanya. Opa Manggala menghampirinya dan keduanya saling berpelukan sambil menangis. Atau lebih tepatnya, Grandpa Brandon yang menangis saat memeluk Opa. Oma ikut menangis di belakang mereka, karena terharu akan pertemuan itu setelah belasan tahun mereka tidak pernah ketemu di usia yang sudah menua. Grandpa Brandon memeluk Oma Farida sebentar setelah melepaskan pelukannya pada sang sahabat. Ia duduk di sofa yang berdampingan dengan Opa Manggala den

Suasana makan di rumah Ela begitu menyenangkan bagi Siska dan Ela sendiri. Namun bagi Ghufron, suasana tersebut begitu mengerikan ibarat kata ia berada di pinggir jurang yang dalam, bingung mau mundur atau melompat ke dalam jurang tersebut. Pria itu berlagak baru ketemu dan mengenal Siska, dan Siska menyambut baik permainan Ghufron di hadapan Ela. “La, gue balik dulu deh! Laki gue pasti nyariin karena gue tadi gak sempat pamit,” ucap Siska yang memang benar adanya. Ia pergi mengikuti Raisa tanpa berpamitan pada siapa pun anggota rumah, sebab suaminya saat itu sedang tidur. Ghufron girang dalam hatinya, karena orang yang membuatnya tidak bisa bernapas dengan normal akhirnya pergi juga. Tetapi ia juga agak was-was, karena takut Siska membocorkan hubungannya dengan Ela pada Ibu dan istrinya. “Eh, Beb, tolong antarkan Siska ke ujung gang sana, karena di depan rumah ini agak sudah dapetin taksi,” ucap Ela sambil menatap Ghufron penuh harap. Apa yang dikatakan Ela memang benar,

Tring! Tring! Tring! “Bang, hape-nya tuh bunyi! Angkat sana! Gangguin orang tidur aja!” teriak Raisa sambil menaikkan selimutnya hingga menutupi kepala. Ghufron yang masih mengantuk mendengkus keras dan berusaha bangkit dari rebahannya mengambil ponsel yang masih berbunyi nyaring di meja kecil samping tempat tidur mereka. Raisa yang sebenarnya sudah bangun, tiba-tiba teringat akan bau parfum perempuan dari tubuh suaminya semalam langsung gondok dan jengkel sehingga ia memutuskan untuk pura-pura masih mengantuk. Jika dulu ia akan bangun subuh-subuh untuk beresin rumah, memasak sarapan untuk suaminya kerja, sekarang ia enggan melakukan semua itu. “Siapa sih! Gangguin orang tidur aja!” omel Ghufron sebelum melihat nama yang menghubunginya pagi-pagi gini. Karena ia kelamaan mengangkatnya, ponsel tersebut mati tatkala Ghufron mau menggeser ikon untuk menjawab panggilan. “Ck, mati!” sungutnya misuh-misuh. Ia meletakkan kembali ponsel tersebut di atas meja dan kembali rebahan