Lahat ng Kabanata ng Terjebak di Tubuh Sugar Baby Om CEO: Kabanata 61 - Kabanata 70

Hari itu, tidak ada keputusan resmi. Tidak ada pemecatan, tidak ada laporan polisi. Tapi dalam dunia para karyawan, rumor jauh lebih kejam daripada hukuman tertulis. Saat Bella kembali ke divisi administrasi, ruangan menjadi sunyi. Satu per satu pasang mata mengawasinya seperti kotoran yang harus dihindari. Beberapa membisikkan sesuatu ke temannya. Yang lain menatapnya sinis. Bahkan si Dea—senior yang sering melempar pekerjaan padanya—berani terang-terangan berucap, “Udah dapet bonus dari nyolong ya?” Bella melewatinya tanpa berkata apa-apa. Siang itu, ia mengurung diri di toilet. Tangannya gemetar di atas wastafel, dan air mata yang jatuh tak bisa ia bendung lagi. Bagaimana semuanya bisa secepat ini berubah? Kemarin ia cuma lelah. Hari ini ia dijadikan kriminal. Dan orang yang paling mungkin membelanya... justru membungkamnya. “Aku bukan Bella yang asli...” gumamnya pada bayangan di cermin. “Aku bukan dia. Tapi... bahkan kalau aku berusaha sekeras apa pun, nggak ada yang

"Bella! BELLA!” Regan nyaris merobohkan pintu apartemen saat berhasil masuk. Awalnya ia tirak akan pulang ke apartemen Bella, tapi ia melihat CCTV ketika Bella baru pulang dalam keadaan mengenaskan. Ia mencoba tegar, mencoba percaya bahwa gadis itu hanya butuh ruang. Tapi begitu ia masuk dan mendapati tubuh Bella tergeletak tak sadarkan diri di lantai, wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek, dan tangan gemetar... seluruh pertahanan emosionalnya runtuh seketika. Bahkan mulut Bella berbusa. Regan panik stengah mati, ia melihat botol obat tidur dan meraihnya. Dengan kecepatan tinggi ia membaws Bella ke rumah sakit. “Tolong! Bella... bertahanlah!” serunya sambil menggendong Bella menaiki lift. Regan merasakan tubuh Bella. Ringan. Terlalu ringan. Dan itu membuatnya makin panik. Keadaan Bella masih kejang, ia tak perduli. Ia harus cepat sampai ke parkiran dan membawa Bella pergi. “Bella… jangan begini… Jangan sekarang…” Ting! Ia melesat keluar lift, dan berlari ke mobi

Siang harinya, Bella sudah boleh pulang. Seperti biasa, Regan menunggunya dan akan ikut mengantarnya pulang ke apartemen. Sebenarnya Bella tidak nyaman dengan itu tapi, Regan sepertinya bertekad untuk mengantarkannya sampai apartemen. Padahal Bella tahu bahwa Regen sedang sibuk dengan produk baru itu. Kini saat mereka sedang ada di mobil, Regan juga masih sibuk ditelpon oleh beberapa bawahannya. Bella yang ingin bicaraserius jadi tertunda karena itu. Belum lagi berkas yang dibawa oleh Regan. Melihat berkas itu agak berantakan, Bella akhirnya membantu Regan merapihkannya diam-diam. Saking sibuknya, Regan sampai tak bisa mencegah Bella melakukannya. Karena sejak tadi pagi, Regan melarang Bella melakukan apapun. Bella jadi bingung, Regan ini sedang khawatir atau tidak mau direpotkan kalau ia kenapa-napa lagi. . Sampai di apartemen, Bella langsung ke kamar. Tapi Regan juga mengikutinya dan langsung mengunci pintu. Bella jadi kaget dan was-was. "Dengar, waktuku gak banyak. Kit

Keluar dari kantor, Bella terkejut karena ada mobil yang menunggunya. Satpam sampai bertanya, siapa mereka. Bella mulai khawatir. Ia menelpon Regan tapi tak diangkat. Akhirnya ia kembali lagi ke kantor dan naik ke lantai di mana Regan berada. Regan masih lembur karena produk baru tersebut yang langsung dibanjiri Open PO. Namun sayang, orang-orang itu sepertinya mengejarnya. Sudah begitu lift yang digunakan karyawan sedang diperbaiki semuanya. "Sial, kenapa harus sekarang dibenerinya?" gerutu Bella. Ketika ia berbalik, lift yang digunakan Regan tidak aktif, bahkan yang digunakan oleh para petinggi di bawah Regan juga sedang digunakan. Apakah Regan sedang turun? Sayangnya ia tak memiliki waktu, ia akhirnya naik menggunakan tangga. Ia harus cepat kabur. Setelah menaiki banyak tangga yang melelahkan, Bella berhenti di tangga lantai lima. Namun ia sudah tak kuat, jadi ia langsung pergi ke devisi yang ada di lantai empat dan bersembunyi di sana. Ia masih berusaha menghubungi R

"Kamu jangan ngomong sembarangan ya!" bentak Manajer HRD. Semua tentu kaget dengan pernyataan Dea yang terkesan ngawur. Ayah Dea tampak gelisah, sementara Bella hanya diam. Tapi dalam diamnya, pikiran Bella penuh. 'Aku sudah curiga... Tapi aku nggak tahu siapa yang bantu aku dapat data itu kemarin. Dan kenapa aku bisa sampai tahu soal kalung Yola yang hilang?' Regan kemudian berdiri dari kursinya. “Ikut saya. Semuanya.” Ia mengajak Dea dan ayahnya ke ruangannya untuk membahas lebih lanjut—lebih privat. Bella juga ikut, berdiri di belakang Regan, menyimak tanpa berkata apa-apa. Di ruang kerja Regan yang sunyi, suasana tegang kembali menyelimuti. Lalu staf memanggil. “Pak Regan, Nona Yola menolak datang ke ruangan. Tapi… dia mengirim pengacaranya.” Semua terdiam. Tak lama kemudian, seorang pria paruh berusia 40an tahun berjas rapi masuk ke ruangan. Ia memperkenalkan diri, lalu dengan suara tenang berkata. “Klien saya menolak tuduhan yang sangat serius ini. Apalagi, sampai det