Lorong rumah sakit itu sunyi. Hanya terdengar bunyi langkah kaki tergesa, aroma disinfektan, dan suara monitor dari ruang UGD yang terus berdengung. Zayna berdiri di depan pintu darurat dengan wajah pucat. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena kelelahan, tapi karena ketakutan yang menusuk dari dalam.Di balik pintu itu, Nadira sedang berjuang. Temannya yang selalu ceria, cerewet, dan penuh ide absurd—sekarang tak sadarkan diri. Tubuhnya penuh luka.“Za...” suara Kevin terdengar serak di sampingnya. “Tadi aku dengar dari perawat, biaya operasi harus diserahkan paling lambat besok. Jika tidak, Nadira tidak akan ditangani lagi."Zayna memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri. “Sudah berapa biayanya?” tanyanya pelan.Kevin mengangkat kepala, menatap papan tagihan yang baru saja diberikan pihak administrasi rumah sakit. “Untuk operasi tulang dan pendarahan dalam aja udah... delapan puluh juta. Itu belum termasuk ICU dan rawat inap.”“Delapan puluh juta?” suara Zayna tercekat
Terakhir Diperbarui : 2025-11-07 Baca selengkapnya