Lahat ng Kabanata ng Dikejar Lelaki Dingin yang Menolakku: Kabanata 71 - Kabanata 80

Zayna menarik diri dari pelukan ibunya. Kenapa kedua orang tuanya menganggap Dokter Langit egois? "Kenapa kalian bilang dokter Langit egois?!" tanya Zayna. "Kamu punya keuntungan ketika membayar hutang ke Zafran jadi sekalian belajar tetapi dokter Langit nggak mau memahami itu. Dia kayak orang egois," ucap Hadi. "Orang egois nggak akan membayarkan biaya les bahasa ku abi," ucap Zayna. Zayna menatap Abi dan Uminya dengan raut yang masih penuh emosi. Nafasnya naik-turun, tapi ia berusaha terlihat kuat. “Orang egois nggak akan membayarkan biaya les bahasaku, Abi,” ulangnya lebih tegas, seolah ingin memastikan orang tuanya mendengar dengan jelas setiap kata. Abi dan Umi saling berpandangan sejenak sebelum Umi menghela napas, mencoba memilih kalimat yang tidak memancing amarah putrinya. "Baiklah. Abimu minta maaf karena sudah menyebut dokter Langit egois. Tapi Za, Zafran orang yang baik kok dan kalau dia nggak baik, dia nggak akan mengantarkanmu pulang tadi kan?" tanya uminya. Zayn

Zayna sampai di kediaman Zafran. Tidak terlihat satpam. Gerbangnya juga langsung dibuka jadi Zayna melajukan mobilnya ke dalam. Hari sudah malam dan petir saling bersahut-sahutan. Angin dingin menerpa wajah Zayna yang terasa hangat. Anginnya lebih kencang dari biasanya. Zayna bertanya-tanya mungkinkah malam ini akan ada badai? Zayna kembali mengingat Zafran yang kemarin malam mengantarkannya pulang. Kalau setiap hari dia diantarkan pulang, dia jelas tidak enak. Sama saja membayar hutang itu tidak ada. "Coba aku periksa cuaca dulu," ucap Zayna seraya mengambil ponselnya di dalam tasnya setelah dia keluar dari mobil. Pintu depan tertutup. Rasanya, suasananya agak mengerikan. Tidak ada seorang pun yang Zayna lihat. Meskipun mewah, tetapi tetap saja, kediaman ini terasa kosong dan kaku. Zayna mengucapkan salam di depan pintu depan. Tidak ada yang menjawab salamnya. Tetapi tidak lama, pintu depan terbuka dan Zayna akhirnya melihat seorang pelayan. Pelayan itu menganggukkan kep

“Cepat selesaikan pekerjaanmu!” titah Zafran lagi ketika Nizar terus saja diam membeku. Nizar butuh penjelasan. Makanya dia tidak berkata lagi dan menyelesaikan pekerjaannya. “Aku spesialis bedah tetapi dulu aku seringkali menangani banyak pasien dengan berbagai macam keluhan. Kamu migrain. Sebaiknya banyak-banyak istirahat dan kalau merasa stres berkepanjangan, pergilah ke psikolog!”Zayna merasa malu sekaligus kaget Nizar akan blak-blakkan seperti itu. Zayna dikasih obat oleh Nizar.Zayna tidak ingin baik Zafran maupun Arsela itu tahu kalau dia sedang stres dan sampai disuruh ke psikolog.Zayna menundukkan kepalanya dalam-dalam.Sementara Nizar mengajak Zafran keluar karena dia ingin bertanya beberapa hal.Nizar telah mengenal Zafran cukup lama. Mereka berteman dan sempat satu kampus sebelum Zafran pindah kampus.Zayna menghela napas pelan, berusaha menenangkan dirinya. Pusing di kepalanya belum mereda, dan kini rasa malu bercampur takut tumbuh menjadi satu di dadanya. Kata “psik

"Terus kemana?!" Tiba-tiba, Zafran menyeletuk. Zayna dan Arsela menoleh ke Zafran. Zayna memang tidak memberitahu siapa orang yang sudah mengirimkan buku kepadanya tetapi Arsela curiga kalau itu Zafran. Zayna masih lebih baik karena menyampaikan perasaannya dengan jelas. Tetapi tidak dengan Zafran yang terkesan tidak secara terang-terangan. "Zafran, kamu yang mengirimkan buku-buku ini?" tanya Arsela tajam. Zafran cuma menganggukkan kepalanya. "Nak, apakah di paketnya ada tulisannya kalau itu dari Zafran?" tanya Arsela. Zayna menggelengkan kepalanya. Arsela menghela nafas. "Zafran, lain kali kalau ingin mengirimkan paket kepada seseorang, sampaikan dengan jelas kalau itu dari kamu, jangan nggak dikasih nama," ucap Arsela. "Iya. Aku sangat bingung ketika pengirim paketnya juga enggan kasih tahu yang mengirim," sahut Zayna. "Itu nggak penting karena kamu bahkan yakin kalau itu dariku," kata Zafran. Seketika keadaan menjadi hening dan canggung. Kalau Zay

Zayna yakin, Zafran tidak punya pilihan selain menyerah untuk menganggapnya seperti kakaknya sendiri. Zayna tadi sempat memperhatikan bagaimana Zafran terhadap kakaknya dan Zafran biasa saja. Zayna berpikir barangkali Zafran sakit hati ditolak oleh kakaknya. Tentu saja, siapa yang tidak sakit hati karena ditolak? Bahkan jika Zafran tidak membawa perasaan dalam menjalin hubungan dengan Maisha, rasa penolakan itu tetap saja ada. "Begitu," ucap Zafran tenang. Sekarang Zafran ditolak oleh Zayna. Zayna yakin Zafran akan pergi, menyerah, dan tidak muncul lagi. Dia siap mengembalikan uang 150 juta dan kemudian kakaknya akan melunasi hutangnya yang 50 juta kepada Zafran. "Zayna harus fokus pada karir dulu. Dia sering stres akhir-akhir ini. Jadi kami minta maaf. Tolong jangan ganggu Zayna," ucap Summayah. "Aku...padahal nggak pernah ganggu," ucap Zafran. Semua orang disana terdiam. Zayna tidak mengelak. Dia justru bertanya kepada dirinya sendiri kapan Zafran pernah mengganggunya. "S