Semua Bab Dokter Sakti Penguasa Dunia: Bab 321 - Bab 330

Plak!Pemuda itu langsung menampar Lydia tepat di pipinya."Lho ... Vito, kamu ...." Lydia benar-benar tidak percaya. Dia bahkan sampai menangis karena tidak menyangka akan ditampar oleh adik kandungnya sendiri."Kamu tahu sendiri, aku paling benci wanita menangis. Kalau kamu terus menangis, jangan salahkan aku kalau aku akan bertindak lebih keras."Wajah Vito dingin, sorot matanya tajam dan penuh tekanan. Lydia tampak sangat takut padanya, sehingga buru-buru menahan tangisnya."Kamu merasa sangat terzalimi, ya? Aku kasih tahu, ini semua salahmu sendiri," lanjut Vito dengan nada tegas. "Kamu nggak tahu hari apa ini? Kamu nggak sadar acara apa ini? Kamu bikin ribut seperti ini bukan cuma mempermalukan dirimu, tapi juga mempermalukan Keluarga Dianti.""Hari ini ulang tahun Kakek. Siapa pun yang bikin masalah, jangan salahkan aku kalau aku nggak belas kasihan."Ucapannya memang diarahkan pada Lydia, tapi jelas terdengar seperti peringatan untuk semua orang yang ada di sekitar. Ewan menyip

Pukul tujuh malam. Vila Naga tampak terang benderang.Saat Ewan dan yang lainnya masuk, sudah banyak orang yang datang. Semuanya berpakaian rapi dan mewah. Mereka mengobrol sambil tertawa di aula yang luas.Begitu Karim muncul, banyak orang langsung menghampirinya untuk memberi salam. Meskipun sekarang Karim sudah bukan lagi pewaris Keluarga Dianti, bagaimanapun juga dia adalah putra sulung Hanjaya.Karim pun menyapa semua orang dengan akrab dan penuh wibawa. Ewan melihat ada beberapa wanita yang diam-diam menatap Karim, mata mereka berbinar-binar."Lisa, pesona ayah mertuaku luar biasa sekali," kata Ewan sambil tersenyum."Kenapa? Kamu iri?" tanya Lisa."Lebih dari sekadar iri, aku sampai mau nangis rasanya.""Apa yang perlu diirikan, orang lain malah iri sama kamu."Ewan kembali melirik sekeliling. Dia melihat para pria di sekitar menatap Lisa tanpa henti, seolah-olah mata mereka ingin menempel di tubuh Lisa."Sialan, belum pernah lihat wanita apa? Sudah berstatus tinggi tapi kenapa

Satu per satu hadiah mewah dipersembahkan, Hanjaya tersenyum bahagia. Sebagai Kepala Keluarga Dianti di Jarwadi, yang dia hargai bukanlah nilai hadiah itu sendiri, melainkan rasa hormat dari pemberi hadiah."Pak Hanjaya, satu pon teh terbaik ini adalah hadiah ulang tahun dariku. Untuk memetik satu pon teh ini, aku mengerahkan lebih dari 100 gadis perawan. Setiap helai daun teh dipetik langsung oleh mereka dan setiap tahap proses juga diawasi oleh ahli teh terbaik. Ini sangat langka, harganya lebih mahal dari emas, makanya disebut teh emas.""Pak Hanjaya, selimut Persia ini katanya bernilai puluhan miliar, jangan sampai Anda menolaknya."Hampir satu jam berlalu, para tamu baru selesai mempersembahkan hadiah mereka.Kemudian, Kardi dan Karta mendekati Hanjaya, berkata dengan hormat, "Ayah, aku dan Adik Ketiga juga sudah menyiapkan hadiah ulang tahun untukmu.""Oh?" Hanjaya terlihat penasaran.Pelayan menyerahkan sebuah kotak kayu. Kardi membuka dan menyerahkannya dengan hormat ke hadapan

Vito menunjuk ke arah pintu. Semua orang mengikuti arah telunjuknya, lalu terdengar seruan kaget. "Ya Tuhan, itu kulit harimau!"Terlihat dua orang pelayan membawa masuk sebuah kulit harimau putih dari arah pintu dengan hati-hati.Mata Hanjaya tiba-tiba memancarkan cahaya tajam. Dia begitu bersemangat hingga berdiri dari kursi besar bergaya kuno, lalu melambaikan tangan kepada kedua pelayan itu. "Kemari."Dua pelayan itu segera mempercepat langkah, datang ke hadapan Hanjaya. Hanjaya mengamati kulit harimau itu dengan teliti, lalu mengulurkan tangan untuk merabanya. Dia bertanya kepada Vito, "Ini harimau jenis apa?""Harimau Sibaria," jawab Vito dengan hormat.Hanjaya bertanya lagi, "Beberapa hari lalu, aku dengar ayahmu bilang kamu membunuh seekor harimau di Sibaria. Apa ini yang dimaksud?""Benar," jawab Vito. "Beberapa waktu lalu kami sedang menjalankan misi di Sibaria. Tiba-tiba harimau ini melompat keluar dari hutan. Tingginya lebih dari seorang pria dewasa. Waktu itu aku benar-ben

Hanjaya menatap benda itu cukup lama, tetapi tetap saja tak menemukan keistimewaannya. Dia pun bertanya kepada Ewan, "Ini benda apa?""Itu harta karun," jawab Ewan sambil tersenyum."Harta karun apa?" tanya Hanjaya lagi."Pokoknya harta karun."Bukannya Ewan tidak mau menjelaskan, tetapi memang dia sendiri tidak tahu. Karena mutiara langit itu adalah pemberian Raja Naga kepadanya.Hanjaya kembali bertanya, "Dari mana asalnya?""Itu pemberian seorang biksu agung yang berkelana. Saat itu, beliau mengatakan kalau benda ini tak ternilai harganya dan memintaku untuk menyimpannya baik-baik."Sebenarnya, itu adalah ucapan Raja Naga.Begitu Ewan selesai bicara, Lydia langsung tertawa sinis. "Terusin saja ngarangnya! Biksu agung yang berkelana? Kenapa nggak bilang saja pemberian dari biksu yang sudah mencapai kesempurnaan?""Cuma barang bobrok, masih saja dibilang harta karun, memalukan," sambung Juno ikut memaki.Ewan berkata, "Aku dan Kak Lisa jauh-jauh dari Papandaya, menempuh perjalanan mal