All Chapters of Putra Langit Tak Tertandingi: Chapter 141 - Chapter 150

Malam di Lembah Langit Abadi sudah kembali sunyi. Namun di dada Tian Fan, gulungan cahaya emas masih berdenyut lembut… seperti sisa gema dari benturan dua jiwa yang saling menolak dan saling melindungi. Fan Shishi duduk di sampingnya, tangan kecilnya masih menggenggam jari Tian Fan erat. Ruo Qi Jian berdiri di belakang, matanya tajam menatap langit… seolah khawatir celah dimensi tadi akan terbuka kembali. Tian Fan menghela napas dalam. “Dia… menyelamatkanku,” gumamnya. Shishi mengangguk pelan. “Tapi kenapa? Mereka iblis, bukan?” Tian Fan menatap langit. “Ya… tapi sebelum mereka menjadi iblis… mereka adalah seseorang. Seseorang yang pernah punya nama, punya hati... dan mungkin juga... punya luka.” Qi Jian melangkah maju. “Lalu... apa maksudnya tadi? Saat dia berkata ‘jika kau memanggil nama kami… kami akan kembali’?” “Entah,” jawab Tian Fan pelan. “Tapi aku yakin... semua ini berkaitan dengan masa lalu. Dan masa laluku, masih belum sepenuhnya terbuka.” Gulungan emas dal

Di kedalaman kesunyian spiritual, di tempat yang tak dijangkau cahaya dunia fana... tiga jiwa melayang dalam kehampaan. Mereka adalah Jiwa Iblis Ketiga, Keempat, dan Kelima, yang kini tak lagi sepenuhnya iblis. Cahaya pembersih dari Tian Fan perlahan menyusup ke dalam memori mereka, membangkitkan potongan masa lalu yang terkubur oleh kegelapan. “Kenapa... kita malah saling bertemu di sini?” Jiwa Ketiga berbisik dingin, melayang menjauh dari yang lainnya. “Apa ini jebakan langit?” Jiwa Keempat, perempuan berwajah pucat bermata kosong, mendekat dengan langkah ringan di atas kehampaan. “Ini bukan jebakan. Ini... mungkin jalan pulang.” “Jalan pulang? Kita iblis! Tidak ada rumah bagi kita lagi!” seru Jiwa Ketiga, suaranya masih getir. Namun sebelum pertengkaran memuncak, sebuah suara lembut memotong mereka. “Cukup... kita sudah terlalu lama menjadi hampa. Apa kau tidak merasakan, Hanyue... bahkan sekarang... tubuh ini menolak menyakiti dia? Aku merasa hatiku bergejolak saat aku

Langit di atas wilayah Jiangshi tampak tenang. Pagoda Tianjing menjulang megah, memancarkan cahaya lembut ke seluruh lembah yang kini telah menjadi rumah baru Sekte Putra Langit. Di Lantai Keempat, udara hangat bercampur aroma spiritual dari kolam herbal masih membekas. Namun pagi ini, Tian Fan berdiri di tepi balkon batu ungu, menatap ke arah barat jauh... ke arah di mana langit tampak sedikit beriak, seolah ada sesuatu yang menggeliat dalam lapisan dimensi. "Kakak Tampan, sudah pagi..." bisik Bai Lu Qian yang memeluknya dari belakang, mengenakan jubah sutra putih pucat. Ia menguap manja. Tadi malam adalah jadwalnya tidur bersama Tian Fan. "Mereka semua masih tidur, Kakak sudah berdiri di sini sejak fajar?" Tian Fan tidak langsung menjawab. Ia menggenggam lembut tangan Lu Qian dan menatap ke arah pegunungan berlapis kabut. "Ada sesuatu yang tidak beres, Peri Kecil... Semalam aku bermimpi... tentang jeritan dari masa lalu. Tapi bukan mimpi biasa, Cermin Kenangan menunjukkan ba

Pagi yang cerah menyelimuti Lembah Abadi, namun di dalam hati para murid Sekte Putra Langit, ada kegembiraan bercampur rasa hormat. Hari ini adalah pertama kalinya sang Pemimpin Langit, Tian Fan, akan berbicara langsung kepada seluruh murid. Sejak pendirian sekte, ini adalah momen yang telah lama mereka nantikan. Di lapangan utama yang luas di depan Pagoda Tianjing, ratusan murid dari empat paviliun telah berbaris rapi. Mereka mengenakan pakaian sesuai warna dan simbol paviliun masing-masing. Di tengah keheningan penuh khidmat, suara langkah kaki Tian Fan bergema lembut. Tian Fan berjalan perlahan ke arah mimbar utama. Ia tidak mengenakan jubah agung seperti biasanya. Kali ini, Tian Fan hanya memakai pakaian kultivator putih sederhana tanpa ornamen mencolok. Namun aura ketenangan dan karisma mendalam yang terpancar darinya... membuat semua murid menahan napas. Di sebelah kanan mimbar, duduk empat tetua agung sekte: Shu Tian Dao, Yu Lie Shan, Gu Shin Tian, dan Jiang Lian Nie, p

Langit malam menyelimuti wilayah utara Lembah Abadi dengan kabut violet yang menari pelan. Di kejauhan, siluet jurang-jurang retak dari Celah Pusaran Ungu tampak seperti bekas luka di permukaan dunia. Di sinilah Tian Fan mendarat, di sebuah dataran sunyi penuh batu lempeng dan retakan energi dimensi. Ia berdiri tenang, membiarkan matanya terpejam dalam meditasi. Aura alam di sekitarnya bergolak, seolah memperingatkan adanya sesuatu yang tidak wajar. Tak lama, hawa aneh mulai terasa. Tanpa suara langkah, kabut di hadapannya terbelah... dan muncullah seorang wanita. Cantik, dingin, namun memancarkan daya tarik yang tak bisa dijelaskan dengan logika manusia biasa. Kulitnya seputih bulan, matanya ungu dalam, mengenakan pakaian tipis bercorak kabut, nyaris tembus pandang. Rambut panjangnya tergerai seperti aliran kabut itu sendiri. "Akhirnya, kita bertemu," ujarnya. Suaranya seperti bisikan mimpi. "Tian Fan... Putra Langit yang seharusnya kujadikan musuh. Tapi entah mengapa, aku in