Setelah mandi dan beres-beres, Sukma dan Steve turun ke restoran hotel. Meja mereka dekat jendela besar, sinar matahari pagi masuk hangat, memantulkan sisa embun hujan di luar. Sukma duduk dengan rambut masih setengah basah, wajah polos tanpa riasan, tapi justru itu membuat Steve tak bisa melepaskan pandangannya. “Kamu cantik banget pagi ini,” katanya singkat. Sukma tersenyum, pura-pura sibuk mengaduk kopi. “Jangan gombal, Steve. Aku tahu mataku masih bengkak gara-gara nangis semalam.” “Justru itu,” jawab Steve tenang. “Aku suka kamu apa adanya.” Mereka sarapan dengan sederhana: roti panggang, telur mata sapi, dan kopi hitam. Obrolan ringan mengalir, tentang pekerjaan Steve, tentang kebiasaan kecil Sukma yang selalu lupa sarapan. Sesekali mereka tertawa, seakan malam penuh badai kemarin sudah terkubur jauh. Di sela itu, Sukma mengangkat kerah bajunya, mencoba menutupi leher. Tapi tatapan nakalnya tak bisa berbohong. Ada semburat merah samar di kulitnya, bekas keintiman mal
Last Updated : 2025-08-24 Read more