บททั้งหมดของ Suami Perkasa: บทที่ 291 - บทที่ 300

Sejak kabar pernikahan Elina dengan Carlos menyebar, Baskoro merasa hidupnya berubah. Selama ini ia hanya lelaki tua yang habis masa kejayaannya, tenggelam dalam utang judi dan tipu daya kecil di kampung. Tapi kini, pikirnya, ia memiliki menantu miliarder. Setiap kali nongkrong di warung kopi, ia dengan bangga berkata pada teman-temannya, “Anakku sekarang jadi istri orang kaya. Menantuku pengusaha besar. Kalau mau minjam duit, gampang. Aku tinggal telepon.”Awalnya, ia benar-benar percaya bahwa hidupnya akan ikut terangkat. Ia datang ke rumah Carlos dengan wajah sumringah, membawa senyum manis, menepuk-nepuk bahu menantunya sambil memuji. “Carlos, kau laki-laki hebat. Aku bangga kau memilih Elina. Aku yakin kalian akan bahagia.”Carlos hanya menatapnya dingin, senyum tipis tanpa ketulusan. Ia sudah membaca gelagat sejak awal: Baskoro bukanlah ayah mertua yang tulus, melainkan seseorang yang melihat peluang.Benar saja. Tak lama setelah pernikahan, Baskoro mulai membuka mulut. Awalnya

Malam itu vila terasa seperti penjara. Lampu kristal menggantung redup, bayangan panjang jatuh di dinding, dan hujan deras di luar jendela menambah sunyi yang mencekik. Elina berdiri kaku di dekat pintu kamar, gaun tipis pemberian pelayan masih melekat di tubuhnya. Wajahnya pucat, bibirnya kering, matanya sembab karena terlalu sering menangis. Carlos berdiri di depan meja kerja, melepas dasinya perlahan. Setiap gerakan tampak penuh perhitungan, seperti pemangsa yang siap menerkam mangsa. Pandangannya jatuh pada Elina yang berdiri tanpa berani menatap balik. “Kenapa kau berdiri di sana seperti patung?” suaranya dingin, menusuk. Elina menelan ludah, suaranya serak. “Aku… aku tidak tahu harus—” “Diam.” Carlos memotong tajam. “Kau istriku sekarang. Bukan berarti aku akan memperlakukanmu seperti Keira. Jangan bermimpi. Kau hanya ada di sini karena bayi itu. Mengerti?” Elina menunduk. Setiap kali nama Keira disebut, hatinya seperti disayat. Wanita itu selalu jadi perbandingan: c

. Musik orkestra mengalun lembut, anggur merah berputar di dalam gelas kristal, dan obrolan bisnis bercampur dengan gosip kelas atas. Di tengah kerumunan itu, Elina berdiri di samping Carlos, gaun hitam sederhana melekat di tubuhnya. Wajahnya cantik seadanya, tidak sebanding dengan perempuan lain di ruangan itu—para istri pejabat, model, atau pengusaha dengan kecantikan yang terawat sempurna. Elina menunduk, merasa semua mata menatapnya. Ia tahu gosip tentang dirinya sudah menyebar: istri baru Carlos, mantan pelacur, perempuan miskin yang tiba-tiba masuk ke lingkaran elite. Setiap bisik-bisik terdengar seperti belati yang menusuk jantungnya. Lalu suara yang ditakutinya muncul, keras dan penuh ejekan. “Carlos!” seru seorang pria paruh baya dengan jas biru tua yang elegan. “Ternyata benar. Kau berani membawa trophy wife barumu malam ini.” Carlos menoleh, wajahnya langsung mengeras. “Jonathan.” Ya, Jonathan—saingan bisnis paling berbahaya, pemilik jaringan properti yang selalu

--- Di lantai VIP sebuah klub karaoke mewah, musik berdentum memekakkan telinga. Lampu kelap-kelip warna ungu dan merah menyorot wajah-wajah yang sudah mabuk oleh minuman keras. Asap rokok menebal, bercampur tawa genit para LC yang bergelayut manja di tubuh pria-pria kaya. Di salah satu sofa kulit hitam, Carlos duduk dengan santai, kemeja putihnya sudah terbuka beberapa kancing. Di sebelah kanan dan kirinya, dua perempuan muda berpakaian minim menempel mesra, seolah berlomba siapa yang paling bisa membuat sang miliarder betah. “Abang ganteng, minum lagi dong…” salah satu LC menuangkan minuman ke gelas Carlos, lalu menempelkan tubuhnya ke dada pria itu. Yang lain tidak mau kalah, tangannya sudah berani melingkar di pangkuan Carlos. “Malam ini abang harus milik aku,” bisiknya genit. Carlos hanya tertawa miring, matanya setengah merah karena alkohol. “Kalian berdua jangan berebut. Malam ini… aku akan pakai kalian berdua sekaligus.” Tawa keras pecah, para lelaki lain di ruangan itu

---Carlos akhirnya pulang larut malam, atau lebih tepatnya dini hari. Mobil sport hitamnya melaju tak stabil ke arah rumah mewah mereka, bau alkohol masih kuat menempel di tubuhnya. Di kursi belakang, dasi dan kemeja putihnya sudah berantakan, kerahnya basah oleh tumpahan minuman.Di ruang tamu yang remang, Elina duduk menunggu. Matanya bengkak, wajahnya pucat setelah berjam-jam menangis. Begitu mendengar pintu terbuka, tubuhnya otomatis menegang.Carlos masuk dengan langkah berat. Ia menutup pintu dengan kasar hingga bunyinya menggema. Tatapan matanya merah, senyum miringnya kembali muncul seolah malam tadi tidak ada yang berarti.“Elinaaa…” suaranya berat, bercampur tawa sinis. “Istri setia yang selalu nungguin suami pulang, ya?”Elina berdiri pelan, suaranya bergetar. “Carlos… kenapa kau tega mempermalukan aku seperti itu? Aku istrimu… aku—”Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Carlos tertawa keras. Tawa itu menusuk hati, seperti ejekan paling hina. “Istriku? Kamu masih meras