Carlos duduk di kursi kulit hitam ruang kerjanya, jemarinya mengetuk pelan meja kaca. Tatapannya tajam, dingin, tapi menyala penuh bara. Di hadapannya, Terry berdiri gelisah. Keringat dingin membasahi pelipis, sementara kedua tangannya mengepal lalu mengendur, seolah mencari pegangan. “Coba kau jujur, Terry,” suara Carlos berat, dalam, setiap suku kata mengandung ancaman. “Siapa saja laki-laki yang pernah menyewa Elina… waktu dia hamil?” Terry menelan ludah, tubuhnya kaku. “S-sumpah, aku nggak tahu, Carl. Setelah Elina jual keperawanannya ke kau… dia nggak kerja sama aku lagi.” Kedua mata Carlos menyipit. “Jangan bohong. Kau pernah bilang dia masih menjajakan diri setelah itu.” Terry buru-buru mengangkat kedua tangannya, seolah menyerah. “Iya, aku bilang begitu… tapi itu bukan aku yang kelola lagi, Mas. Germonya… bapaknya sendiri. Aku cuma dengar kabar, tapi nggak pernah lihat langsung. Sejak dia nurutin bapaknya, aku nggak punya akses.” Carlos mendengus tajam. Urat rahangnya me
Last Updated : 2025-09-25 Read more