All Chapters of Bukan Sekadar Kakak Tiri: Chapter 1 - Chapter 10

Sudah tiga hari sejak Ardian dan Bu Nayla resmi pindah ke rumah Suzy, Rumah itu dulunya terasa lapang dan nyaman. Kini, setiap sudut terasa sempit seperti ada sesuatu yang belum sempat ia mengerti, namun cukup kuat untuk mengubah napasnya jadi berat. Suzy duduk di tepi ranjang, memandangi pintu kamarnya yang tertutup. Di seberang lorong, ada kamar tamu yang kini menjadi milik Ardian. Kakak tirinya. Atau… setidaknya, begitu orang dewasa menyebutnya. Dia mendengar langkah kaki berat melewati depan pintunya. Langkah yang berbeda dari biasanya. Lebih tenang, lebih tegas. Itu Ardian. Suzy menggigit bibir, mencoba mengalihkan perhatian ke layar laptop. Tapi paragraf esainya tak bergerak sejak dua puluh menit lalu. Bukan karena ia malas, melainkan karena sosok itu masih bersarang di pikirannya. Tapi setiap kali mereka tak sengaja berpapasan, pandangannya seperti menyimpan badai yang siap meledak kapan saja. Ardian tidak pernah memanggil Pak Dion dengan sebutan “Papa”. Melainkan “Paman Dio

Suzy memandangi langit pagi dari balik jendela. Langit biru tampak bersih, seolah ingin menghapus keraguan dan luka yang masih menyelinap di hati siapa pun yang melihatnya. Ia memeluk cangkir tehnya, mencoba mencerna apa yang semalam ia saksikan dengan mata kepala sendiri.Hellen.Wanita itu datang dengan percaya diri, mengenakan blazer putih gading dan rambut hitam panjang yang jatuh teratur di bahunya. Senyumnya hangat, namun sorot matanya tajam. Tapi yang paling membuat Suzy terpaku adalah bagaimana Ardian memandangnya.Itu bukan pandangan biasa. Itu cinta. Dan untuk pertama kalinya, Suzy merasakan sesak… bukan karena cemburu, tapi karena kesadaran.Cinta tidak selalu berarti memiliki. Kadang cinta berarti merelakan.Di ruang makan, pagi itu hening. Ardian duduk dengan gelisah, sementara Suzy dengan tenang menuangkan teh ke cangkirnya sendiri.“Dia cantik,” kata Suzy, memecah keheningan.Ardian menoleh cepat. “Apa?”“Hellen. Dia cantik,” ulang Suzy, lalu menatap mata kakak tirinya

Suatu hari dimalam saat ketika Hellen berkunjung dan ingin berkenalan dengan Suzy 2 tahun lalu, tak ada yang menyadari apa yang dilakukannya malam itu. Ia sebenarnya datang bukan sebagai kekasih Ardian, tapi sebagai utusan Linda. Disaat Ardian membuatkan minumam dengan langkah hati-hati, ia masuk ke ruang kerja Pak Dion yang tak jauh dari ruang tamu yang kebetulan tak terkunci. Lemari tua di sudut ruangan itu menampung sesuatu yang sangat berharga berkas kepemilikan rumah. Tangannya gemetar saat membuka amplop cokelat besar, lalu memasukkannya ke dalam tas kulitnya dengan rapi tak terlihat oleh siapapun. Sekali ini, tak ada ruang untuk ragu. Tak ada ruang untuk cinta.“Selesai,” bisiknya, lalu pergi seolah ia tak pernah ada di sana.Dimasa kini, di Pagi hari Suzy panik. Bu Nayla menghilang. Telepon Mamanya tak aktif, dan tak ada yang tahu ke mana perginya. Sore harinya, sebuah surat tanpa nama ditemukan di bawah pintu. Isinya membuat dunia mereka runtuh:“Kalau kalian ingin bayinya se

Di malam mereka bersumpah. Di kamar kecil dengan cahaya lampu temaram dan detak jantung yang memburu, Suzy dan Ardian berjanji saling melindungi. Tidak akan ada lagi sembunyi. Tidak ada lagi ketakutan.Tapi mereka lupa… bahwa dunia tidak berhenti hanya karena dua orang memutuskan untuk saling mencintai. Paginya, Suzy terbangun pagi itu bukan karena cahaya matahari, tapi karena suara notifikasi beruntun. Tiga pesan, semua dari nomor tak dikenal. “Masih kuat berdiri setelah semua yang kau simpan, Suzy?”“Apa Ardian tahu siapa yang menemanimu malam itu, dua tahun lalu?”"Tenang saja. Aku belum berniat menghancurkanmu. Belum.”Suzy terpaku. Layar ponsel terasa lebih dingin dari biasanya. Nama yang muncul kemudian hanya membuat semuanya membeku.Kevin.Dia bukan sekadar mantan. Bukan sekadar masa lalu. Dia adalah orang yang pernah menarik Suzy keluar dari jurang paling gelap dalam hidupnya dan sekarang, dia kembali… dengan senjata yang tepat diarahkan ke dada.Ardian yang baru keluar dar

Di malam hari, saat Suzy belum pulang dari Kampus, Kevin datang kerumah Suzy tidak dengan kepalan tangan, tapi dengan senjata yang lebih halus: informasi. Dan kali ini, sasarannya bukan Suzy.“Boleh saya bicara sebentar, Tante?”Bu Nayla melirik dari balik pintu pagar. Langit mendung. Hujan seperti menggantung.“Kalau ini tentang Suzy, mending kamu pergi.”“Bukan tentang dia,” jawab Kevin tenang.Bu Nayla membuka pagar setengah. Wajahnya tetap datar, tapi Kevin tahu… dia mendengar.“Ada nama lama yg bocor di data yang saya kumpulkan, Tante,” Kevin mengangkat ponsel, menunjukkan sekelebat dokumen digital dengan header rumah sakit jiwa milik pemerintah tahun 2001-2006.“File itu tertulis nama "Nyonya Lula", Wanita dengan sejarah tekanan psikis pasca kelahiran, catatan terapi, dan… catatan kunjungan seseorang bernama Dion Hadinoto setiap minggu selama 5 tahun Nyonya Lula dirawat.”Sekilas, mata Bu Nayla bergetar.“Hati-hati, Kevin,” katanya dingin. “Jangan bermain di ladang yang kau tid