Semua Bab Ah! Enak Mas Dokter: Bab 351 - Bab 360

Dor! Suara tembakan terdengar keras. Orang-orang yang berada di rumah sakit berteriak histeris. Tubuh Rama tersungkur ke depan, jatuh bersimbah darah. Cairan Merah itu menggenangi lantai rumah sakit. Jerit tangis ketakutan terdengar memekakkan telinga. Orang-orang yang melihat aksi bunuh diri itu, menangis histeris. Beberapa dari mereka mengalami syok berat dan jatuh pingsan. Membuat keadaan di rumah sakit mendadak chaos. Para Dokter dan perawat membantu mereka yang pingsan. Membawanya ke ruang perawatan. Dari ujung Koridor ... sang Komandan menghentikan langkah kakinya sambil memukul kepala frustasi. Lagi-lagi ada korban yang jatuh, dan itu dari anggota Kepolisian. "Kenapa?" Jeritan Bramanto tertahan. Napas

"Lokasi ditemukan." Polisi bernama Johan mengangkat kedua tangannya sambil berseru gembira. Teman di sebelahnya menepuk pundak lalu merangkul Johan sambil menyeringai lebar. "Akhirnya .... " Tawa Polisi terdengar membahana. Ketegangan yang terlihat di wajah mereka, memudar, berganti rona cerah dengan senyuman lega. Setelah hampir satu jam berkutat di depan layar laptop, menatap cahaya redup yang membuat mata perih ... usaha mereka berakhir dengan keberhasilan. Pencarian lokasi Dokter Dirga ditemukan masih berada di sekitaran Kota. Bramanto berpindah posisi duduk, mendekati dua anggota Polisi itu. "Di mana lokasinya?" Ia memasang kacamata, menatap layar laptop. Johan menunjuk titik-titik lokasi di peta digital. "Sinyal dari pelacak yang ditanam di tubuh Dokter Dirga menunjukkan lokasi yang sedikit samar, tapi setelah saya telusuri lebih dalam, ternyata lokasi ini ada di dekat Pela

Rumah Sakit~Setelah menjalani pengobatan insentif, Barta diijinkan pulang oleh Dokter. Surat-surat persetujuan berobat jalan sudah diurus oleh Inggrid.Kondisi sang Dokter sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, meski sebagian memorinya hilang. "Hanya sebagian ingatan yang hilang, tapi Dokter Barta masih mengingat orang-orang yang dia sayangi," ujar Dokter, menjelaskan pada Inggrid."Terima kasih Dok."Setelah mendengar penjelasan itu, Inggrid membawa anak dan menantunya pulang ke rumah.Wanita paruh baya itu langsung menginformasikan perkembangan Barta pada sang suami."Aku dan Barta sudah sampai di rumah, Pa," ucap Inggrid pada suaminya di dalam telepon. "Barta lagi istirahat di kamar.""Syukurlah, Ma," balas Bramanto. "Ma, bisa Papa minta tolong sesuatu sama kamu?""Iya, tolong apa?" "Tolong kirimkan nomor telepon Andi. Mama bisa meminta tolong pada Sisca untuk mencarinya di ponsel Barta. Papa ada perlu sama laki-laki itu.""Oke, nanti Mama kirim." Inggrid mengakhiri telepon, lal

Dengan kepercayaan diri yang tinggi. Setinggi harapan orang tua, Andi melangkah mendekati ranjang kemudian naik.Nila tersenyum genit. Meski dalam hati ada kekecewaan setelah tahu milik Andi sangat mungil seperti gantungan tasnya. "Sudah siap Sayang?" kekeh Andi. Suaranya dibuat-buat agar terdengar seperti pria perkasa. "Siap banget Mas," desah Nila. Tak sabar ingin merasakan peraduan peluh dengan Andi di ruangan minim penerangan itu.Selama ini ia hanya bisa melihat foto-foto Andi di akun sosial media. Sudah lama ia menjadi followers Andi, bahkan ia mengikuti berita panas pria itu di masa lalu. Meskipun dulunya Andi terlibat skandal berat dan masuk penjara, tetapi perasaan kagumnya pada pria itu tidak luntur. Bahkan, sampai detik ini ia selalu membayangkan bisa menjadi wanita satu-satunya di hidup sang idola. Entah mimpi apa ia semalam, tiba-tiba saja Andi mengajaknya bertemu di klub. Memang awalnya ia yang menghubungi Andi saat pria kumis tipis itu memposting story tentang ses

Anggun berdiri dari kursinya lalu melangkah mendekati pintu sambil menempelkan ponsel ke telinga.Nomor ponsel yang ditemukan tadi ternyata aktif, tapi sialnya ... sinyal di dalam ruang bawah tanah sangat jelek. Anggun berdecak kesal. Jari-jari tangannya meremas benda pipih itu dengan wajah frustasi."Sial! Kenapa dengan sinyal di ruangan ini!" Ia menatap layar ponsel, melihat garis-garis sinyal yang turun-naik dan menghilang.Pandang matanya beralih pada Dirga yang tengah menatapnya terus-menerus. "Maaf Mas sinyal di ruangan ini jelek. Aku harus ke atas. Kamu nggak apa-apa aku tinggal lagi?" tanya Anggun, menatap Dirga lirih. Untuk pertama kalinya Dirga menganggukkan kepala. Merespon kata-kata Anggun. Wanita itu tersenyum simpul. Tak menyangka akhirnya Dirga luluh juga. Biasanya sang Dokter tidak menanggapinya sama sekali. Hanya menatap dengan wajah dingin."Nggak apa-apa Mas?" Anggun kembali bertanya, mema