All Chapters of Ah! Enak Mas Dokter: Chapter 341 - Chapter 350

Di tengah perjalanan menuju rumah Tania. Suara deringan ponsel terdengar. Kali ini suara itu berasal dari ponsel milik Barta. Dirga menoleh sesaat kemudian kembali fokus menatap ke depan. Tak lama terdengar suara Barta yang berbicara dengan seseorang dari telepon. Nada bicaranya lembut. Sudah dapat dipastikan telepon itu dari orang Tersayang. "By, Brian sedang apa?" tanya Barta bertanya pada sang Istri. "Brian tidur Mas, kamu lagi ngapain? Aku khawatir, kenapa kamu nggak menghubungi aku? Kamu dan Mas Dirga baik-baik saja 'kan?" "Iya By, aku dan Dirga baik-baik saja. Kamu jangan khawatir, ya ... aku dan Dirga berada di tempat yang aman." "Syukurlah kalau kalian berdua baik-baik saja Mas," ucap Sisca. Terdengar suara helaan napas lega. "Gimana soal pencarian Dylan? Apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang dia?"

"Ga, jangan nekat!" Mata Barta membelalak lebar saat melihat Dirga nekat masuk ke rumah mewah itu seorang diri. Tak berselang lama, para Polisi dan juga Detektif Adrian ikut melompati dinding di samping pagar. Setelah berpikir cukup lama, Barta mengikuti. Meski perasaan khawatir menyelimuti hatinya.Jujur, ia belum siap mati. Apalagi meninggalkan anak yang masih bayi, dan istrinya yang cantik jelita.Ia tidak rela Sisca menikah dengan laki-laki lain. Meski sudah menjadi Hantu pun, ia tetap ingin memiliki Sisca seutuhnya. Namun, demi membantu Dirga, ia pun nekat menyusul.Dengan dada bergemuruh dan napas tertahan, Barta yang berhasil melompati dinding pagar seperti seorang Ninja, mulai melangkah memasuki rumah mewah itu. Matanya mengedar, mengamati sekitar tempatnya berdiri. Sialnya, ia sudah tertinggal jauh. Dirga dan Detektif Adrian sudah masuk ke rumah yang didominasi kaca. Para Polisi berpakaian preman itu pun sudah tak terlihat.Barta menghentikan langkah kaki di depan pintu.

"Maksud Anda apa, Dok?" Ardian kembali melompati dinding pagar, mengejar Dirga yang masuk ke rumah mewah itu. Di dalam ruang tamu, Dirga melangkahkan kakinya dengan pelan sambil mengamati sekitar. Deru napasnya memburu. Tatapan mata tajamnya mengelilingi tempatnya berdiri. Tanpa senjata sama sekali, ia memberanikan diri terus melangkah, mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk. Langkah kakinya terhenti di dekat tangga lantai dua. Tatapannya beralih pada mayat Polisi bernama Galih. Di tangan kanan Polisi itu, ia melihat ada sepucuk kertas putih yang digenggam. Dirga berjongkok, mengambil kertas kecil itu, yang dia yakini sebuah petunjuk, kalau benar yang diinginkan oleh Marco adalah dirinya. Perlahan ia membuka kertas kecil yang dilipat menjadi dua bagian, sambil sesekali mengawasi sekitar. Tak! Dirga memutar tubuhnya dengan cepat saat mendengar s

"Mas Barta!" Suara teriakan Sisca terdengar dari arah koridor rumah sakit."Mas Barta! Jangan tinggalkan aku Mas!"Orang-orang menoleh ke asal suara itu dan melihat seorang wanita cantik sedang menangis histeris sambil berlari kencang."Di mana Mas Barta?" Sisca menghentikan langkah kakinya saat berpapasan dengan Dokter. "Di mana suami saya, Dok?" Kedua tangannya menarik-narik jubah Dokter.Dokter tersebut menunjuk kamar di sampingnya. "Suami Anda di dalam. Silakan ma .... " Belum selesai ucapannya, Sisca langsung masuk ke dalam ruang perawatan itu. Di belakangnya, Bramanto dan Inggrid mengikuti, menyusul sang menantu. Kedua orang tua Barta menghela napas lega saat melihat anaknya dalam keadaan baik. Barta sudah sadar, meski wajahnya masih terlihat pucat.Tak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh sang Dokter ... hanya terdapat luka kecil di kening dan sudut bibir.Namun tangisan Sisca belum mereda, ia m

Polisi bernama Noval membuka pintu pagar disusul tiga anggota Polisi lain.Saat pintu pagar dibuka lebar. Mata keempat Polisi terbelalak lebar melihat peti kayu berukuran satu meter berada di dekat saluran air rumah mewah Dirga.Anggota Polisi itu saling tatap. Noval memberi kode pada Polisi lain yang memegang senjata api."Lihat isinya!" titah Noval. "Baik Pak." Kakinya gemetar saat ia mendekati peti kayu yang terdapat ukiran bunga-bunga.Mengambil langkah perlahan, sang Polisi mendekati peti sambil mengarahkan moncong senjatanya ke depan.Satu tangannya memegang gembok di samping peti. Sesekali ia melirik anggota Polisi lain sambil menelan ludah keras.Jantungnya berdegup kencang. Ketakutan menyelimuti hati dan pikirannya.Di rumah, istrinya yang tengah hamil sembilan bulan sedang menunggu. Bagaimana jika nasibnya sama seperti Polisi lain yang tewas mengenaskan?"Jangan dibuka!" teriak Dewanto dari dalam halaman rumah, yang seketika membuat empat Polisi terlonjak kaget.Polisi bers