All Chapters of Diabaikan Kekasih, Dimanja CEO: Chapter 41 - Chapter 50

“Nyatanya adakah yang menelpon pihak agensimu?” tanya Direktur Booming. Melodi tergagap. “Pihak PH sudah membuang energi dan keuangan pada hari kejadian. Kau pikir jika tidak diredam saat itu akan hilang dengan sendirinya? Kau mau kami melakukan hal itu lagi? Kenapa tidak gunakan sumberdaya itu dengan membuat proyek baru saja?”Melodi terduduk. Mulutnya terbuka, tetapi tidak suara yang keluar. “Melodi, Neal, aku nasihati kalian, jika ingin karir kalian panjang bersikap baiklah. Setidaknya berpura-pura baik. Memang kebiasaan masyarakat kita lebih mudah digiring opini, tapi kita tidak tahu siapa yang kita singgung. Aku harap kalian belajar dari kejadian ini.” Melodi menyenggol lengan Neal, hingga laki-laki itu terkesiap. “Begini saja, bagaimana kalau saya minta Key mengklarifikasi di depan publik. Saya cukup mengenalnya, saya yakin dia mau memenuhi permintaan saya.” Tiba-tiba berdebum bunyi pukulan di atas meja. “Kau

Jeno dan Key saling bersitatap begitu terdengar suara saat mereka memasuki kamar inap mereka. “Sstt.” Jeno meletakkan jariya ke bibir. Key mengangguk. Mereka sepakat melangkah pelan bahkan sampai berjingkit supaya tidak menimbulkan bunyi. “Kenapa tidak dimakan, Den?”“Aku mau menunggu Key.”Langkah keduanya terhenti dan kembali saling bersitatap. “Sebentar lagi dia pasti pulang.” Key bergegas melangkah. Terlihat Pak Isa yang berdiri, Javi duduk dan makanan di atas meja. Jeno sudah berdiri di sampingnya. “Jev?” Tiba-tiba ia merasakan sesak yang sulit dimengerti. “Bagaimana acaranya? Kau menikmatinya?” tanya Javi. Setengah berlari Key menghampirinya dan duduk di sampingnya. “Bagaimana kalian bisa masuk?”Javi menyentuh hidungnya. “Kau lupa, bokingan ini atas namaku?”Key hanya memperlihatkan wajah cengengesan. “Bagaimana tadi acaranya? Kau menikmatinya?” ulang Javi. Mengingat acara itu, tiba-tiba Key memeluk Javi dan menyandarkan kepalanya ke bahu Javi. “Tiba-tiba saja aku ing

Jeno memajukan wajah. “Pak, cincinnya saja sudah puluhan juta, sepasang jadi ratusan. Bagaimana dengan gelang dan kalung?”Pak Isa tertawa. “Bagi kita memang harga yang fantastis. Tapi bagi majikan saya, apa yang tidak buat Nona Key.”Jeno terkekeh. Jeno mengalihkan layar ponsel ke arah wajahnya. “Teman penasaran nggak siapa majikan Pak Isa?” Jeno memperhatikan komentar yang terus bergulir. “Pak Isa, ada komentar yang nanya apa majikan Pak Isa itu someone yang dibilang Key di beberapa kesempatan.”Pak Isa tertawa. “Saya tidak punya medsos, Den. Jadi tidak tahu Nona Key melakukan atau mengatakan apa saja.”“Jawabannya cuma segitu ya, silakan Anda berspekulasi.” Jeno kembali tertawa.“Bukannya kalian bersama, sekarang Key kemana?” Jeno membaca komentar. “Ooh.” Jeno memasang menggoda.“Mukamu menyebalkan,” baca Jeno. Ia kembali tertawa. “Senang banget melihat kalian penasaran setengah mati. Soal Key di

“Apa kau ke sini karena masalah ini?”“Di antaranya.”Kembali Key meluruskan badan. “Di antaranya?”Jadi merangkum kedua tangannya. “Aku me ….” Javi merapatkan bibir demi menghentikan dari kata pantangan itu. “Kebetulan pekerjaanku lebih selesai lebih cepat. Jadi aku bisa menemuimu, selain itu aku mau menagih bulan madu tiga hari.”Mata Key membesar. “Tapi Korea!”Javi mencubit pipi Key. “Tidak masalah.” “Tapi, dalam situasi ini, apa tidak terkesan melarikan diri?” tanya Key. Javi merangkum kedua tangan Key. “Peduli dengan Neal sepertinya tidak akan ada habisnya. Tapi, mungkin beberapa koresponden mungkin sedang menunggumu di bandara.”“Apa aku seterkenal itu?”Javi mengangguk. “Bahkan PH ingin mengangkat ceritamu jadi serial.”Key menahan napasnya bahkan seakan lupa cara berkedip. Kali Javi ini mencubit hidungnya hingga matanya mengerjap. “Kenapa malah bengong. Kamu siap

Jeno mendekatkan wajahnya ke telinga Key. “Dia sopan sekali sama Kakak. Memangnya Javi itu siapa dia?” bisiknya. “Kamu pulang sekarang?” tanya Key dengan sedikit nyaring. “Tidak-tidak. Aku ingin menjaga Kakak,” sahut Jeno cepat sambil mengibas kedua tangannya. Key memajukan wajah “Aku tau jalan otakmu.”“Sumpah.” Jeno mengangkat dua jarinya, tetapi beberapa detik kemudian memasang wajah cengengesan. “Aku tak ingin mengabaikan kesempatan ini.”“Terserahmu. Tapi ingat, jangan lakukan diam-diam. Dan jangan ekspos rumahku ke publik!” ulti Key. “Aku janji.” Kembali Jeno mengangkat dua jarinya. Key terkekeh. Ia tak menyangka bisa menemukan kelucuan seorang adik dalam rentang waktu cukup lama. Ia beralih pada Bibi Nurul yang baru saja kembali dari mengangkat barang. “Bi, dia adikku, panggil saja Jeno. Maaf merepotkan Bibi. Tolong hantar dia ke kamar tamu.”“Baik, Nyonya.” Jeno mengikuti Key da