Amel mematung menatap layar lonselnya. Pesan singkat dari Marcell terasa seperti jerat yang mencekik lehernya. Napasnya tercekat, matanya membesar. Jantungnya berdegup begitu keras, seolah hendak meloncat keluar dari dadanya. Pandangannya kabur, bercampur antara takut dan bingung. “Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia ada di sini,” bisiknya terbata. Langkahnya terhuyung, Amel mundur beberapa langkah hingga punggungnya menabrak tembok. Ia menutup mulut dengan tangan, berusaha menahan isak panik yang mulai pecah. Matanya melirik pintu kamar yang masih terbuka, Jonathan masih terlelap di sana, ia tak tahu harus berbuat apa. Sekilas muncul keinginan untuk berlari ke arahnya, membangunkannya, meminta perlindungan. Tapi kecewa, sakit hati, dan pengkhianatan itu menahannya. “Apa aku harus bilang ke Jonathan tentang ini?” gumamnya, bimbang dan ragu. “Tidak. Biarkan saja begini. Kak Marcell tidak akan bisa masuk ke sini. Tempat ini aman.” Amel meyakinkan dirinya sendiri, tapi nyeri
Terakhir Diperbarui : 2025-08-19 Baca selengkapnya