Jaiden mendekat, jemarinya mencengkeram dagu Aliyah dengan keras, memaksa wajah wanita itu menengadah menatapnya. Cengkeramannya menyakitkan, dingin, tak memberi ruang bagi perlawanan. “Aku dan ayahmu membuat perjanjian ini hanya demi ambisinya—kursi presiden. Dan kau…” Jaiden menunduk sedikit, suaranya rendah, nyaris berbisik di telinga Aliyah, “kau hanyalah alat, pion yang dipakai untuk melengkapi rencananya. Jangan pernah berkhayal ada perasaan di antara kita.” Mata Jaiden berkilat penuh ancaman, jemarinya semakin menekan hingga rahang Aliyah terasa nyeri. “Kau dengar baik-baik, Aliyah. Sekali saja kau berani mencampuri urusanku lagi, aku tak akan segan membatalkan kerja sama ini. Dan ketika itu terjadi…” Jaiden tersenyum tipis, getir namun mematikan, “kau tahu persis apa artinya bagi ayahmu—dan juga bagi nasibmu.” Aliyah terdiam membeku, darahnya seolah berhenti mengalir. Bibirnya bergetar, tapi tak ada suara yang mampu keluar. Ia hanya bisa menelan ketakutan, tersadar bet
Last Updated : 2025-08-25 Read more