Langkah Rynor terasa berat, seperti setiap pijakan menenggelamkannya lebih dalam ke lumpur yang tak terlihat. Nafasnya tersengal, bukan hanya karena lelah, tetapi karena pikirannya yang terhantam gelombang-gelombang tak kasatmata.Di hadapannya, lorong yang seharusnya lurus kini berbelok-belok seperti pita yang dipelintir paksa. Lampu-lampu di dinding berkedip, berganti warna dari putih pucat menjadi merah menyala, lalu hitam pekat. Setiap kali kelopak matanya berkedip, bentuk ruang itu berubah—kadang ia berdiri di lorong baja, kadang di tepi jurang yang dipenuhi kabut.“Rynor…” Suara itu memanggil dari kejauhan, namun bergema di telinga seperti bisikan langsung ke otaknya. Ia mengenalnya—suara Kaela—tapi nadanya retak, seperti berasal dari dua arah sekaligus.Ia menoleh, dan mendapati Kaela berdiri di ujung lorong, tapi matanya kosong. Di belakangnya, bayangan hitam menjulur, seperti tangan raksasa yang siap menariknya ke dalam kegelapan.“Awas!” Rynor berlari, atau setidaknya mencob
Terakhir Diperbarui : 2025-08-13 Baca selengkapnya