All Chapters of Bukan Sekedar Suami Pengganti: Chapter 31 - Chapter 40

Anjas duduk di teras rumah, tatapannya kosong menembus halaman yang diterangi cahaya temaram. Angin malam berembus lembut, tetapi dinginnya tak seberapa dibandingkan hawa gelisah yang bersarang di dadanya. Gelas kopi di tangannya sudah dingin, tapi ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali menyeruputnya. Sejak mengetahui dirinya memiliki masalah kesuburan, Anjas merasa dunianya sedikit goyah. Ia, pria gagah dan tampan yang selama ini dikagumi banyak orang, mendadak merasa kecil dan rapuh. Rasa percaya dirinya perlahan runtuh, digantikan oleh ketakutan yang semakin hari semakin besar. Bagaimana jika orang lain mengetahuinya? Bagaimana jika teman-teman dan keluarganya mulai memandang rendah dirinya? Bagaimana jika mereka menganggapnya kurang sebagai seorang pria? Pikiran-pikiran itu terus menghantuinya. Meski Zaskia selalu berada di sisinya, berusaha menguatkan dan meyakinkan bahwa ini bukanlah sesuatu yang perlu ia malu atau sesali, tetap saja ada bagian dalam dirinya yang sulit me

Taman belakang rumah keluarga Johan dihias sederhana. Kursi-kursi tertata rapi, dihiasi bunga putih dan pita emas. Kevin memilih pernikahan sederhana setelah skandalnya dengan wanita lain terbongkar. Ayahnya tidak mau pesta mewah untuk pernikahan yang mereka anggap sebagai "tanggung jawab belaka." Namun, meskipun acaranya sederhana, Lily melangkah bak ratu. Gaun putihnya yang menjuntai dipenuhi payet berkilauan, kontras dengan acara yang terkesan intim. Sepasang sepatu hak tinggi berwarna perak membuatnya makin menjulang, dan riasannya begitu tebal hingga sulit mengenali wajah aslinya. Begitu resmi menikah, Lily langsung berkeliling, menyapa para tamu dengan wajah penuh kebanggaan. "Selamat, Lily," ujar salah satu tamu, seorang wanita paruh baya yang merupakan teman mendiang ibunda Kevin. "Terima kasih, Tante! Wah, aku tidak nyangka akhirnya bisa menikah dengan Kevin. Rasanya seperti mimpi, ya?" katanya dengan suara keras, memastikan semua orang mendengarnya. Beberapa tamu s

Malam itu, suasana di ruang keluarga terasa lebih tenang dari biasanya. Anjas duduk di sofa bersama Zaskia, sementara Ningrum dan Hendri menatapnya dengan penuh perhatian. Anjas menggenggam tangan istrinya erat, mencari keberanian untuk mengutarakan hal yang sejak lama ia pendam. "Bapak, Ibu..." Anjas membuka percakapan dengan suara lirih. "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting." Ningrum tersenyum lembut. "Apa itu, Nak? Kami mendengarkan." Anjas menarik napas dalam, lalu menghela pelan. "Aku... aku ingin meminta maaf karena belum bisa memberikan cucu untuk Bapak dan Ibu." Ia terdiam sejenak, merasakan jemari Zaskia yang meremas tangannya, memberi dukungan. "Aku sudah memeriksakan diri ke dokter, dan hasilnya... aku mengalami masalah kesehatan yang membuatku sulit memiliki anak." Keheningan menyelimuti ruangan. Ningrum menutup mulutnya dengan tangan, sementara Hendri mengangguk pelan, mencoba memahami berita yang baru saja disampaikan menantunya. "Anjas..." suara Ningru

Lily duduk di sofa dengan wajah masam, tangannya sibuk membolak-balik amplop berisi uang yang baru saja diberikan Kevin. Jumlahnya jauh lebih sedikit dari biasanya. Dadanya berdesir panas. Dengan ekspresi tak percaya, ia menoleh ke arah suaminya yang duduk di kursi sebelah, tampak tenang seperti tak terjadi apa-apa. “Apa ini?” suara Lily meninggi, matanya menatap Kevin dengan tajam. Kevin tetap tenang. Ia merapikan lengan bajunya sebelum menjawab, “Uang bulanan.” “Ini tidak cukup! Biasanya kamu kasih lebih banyak, kenapa tiba-tiba dikurangi?” Lily mencibir, matanya berkilat marah. Kevin menarik napas panjang, lalu bersandar ke sofa. “Aku cuma menyesuaikan dengan kebutuhan yang sebenarnya. Selama ini kamu terlalu boros, Lily.” Lily mendengus sinis. “Boros? Aku cuma belanja, kumpul sama teman-teman, itu wajar buat seorang istri! Aku tidak mungkin diam di rumah terus kayak ibu rumah tangga kuno.” Kevin mengangkat satu alis. “Ibu rumah tangga kuno? Maksudmu yang mengurus suami

Zaskia terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan wajah yang masih sedikit pucat. Namun, hatinya terasa hangat ketika melihat Anjas masuk ke dalam kamar rawat, menggandeng tangan seorang anak laki-laki kecil berusia lima tahun. Mata bulat Ray menatapnya penuh kekhawatiran."Bu, bagaimana keadaan Ibu?" tanya Ray dengan suara polosnya.Zaskia tersenyum lembut. Tangannya terulur, mengusap kepala anak kecil itu dengan penuh kasih sayang. "Ibu baik-baik saja, Sayang. Besok juga sudah boleh pulang dari rumah sakit."Ray tampak sedikit lega. Namun, bibir mungilnya masih mengerucut tanda kekhawatiran belum sepenuhnya hilang. "Cepat sembuh ya, Bu. Rumah sepi tidak ada Ibu."Mata Zaskia terasa panas. Hatinya tersentuh oleh ketulusan bocah kecil itu. Air matanya menggenang dan tanpa sadar menetes di pipinya. Jadi begini rasanya memiliki seorang anak? Begini rasanya dicintai tanpa syarat oleh seorang makhluk kecil yang polos dan tulus? Hatinya penuh rasa syukur karena dipertemukan dengan Ray. I