Callista menarik napas pelan, lalu menatap ke jendela yang buram. Di baliknya, dunia tetap berjalan. Tapi di sini, di ruangan sunyi itu, waktu seperti berhenti memberi tekanan. Hanya ada detak jantung. Hanya ada napas yang saling mendekat, mengisi kekosongan tanpa perlu kata-kata. “Aku nggak tahu besok akan kayak apa,” bisiknya. Adrian menoleh, menatapnya dengan mata yang sama seperti saat pertama kali mereka bicara lebih dari sekadar tugas. Mata yang tajam, tapi rapuh dalam diamnya. “Kita nggak harus tahu. Kita cuma perlu siap.” Callista mengangguk, meski hatinya gemetar. “Kalau mereka bilang aku salah…” “Kamu memang salah,” potong Adrian lembut. “Salah karena jatuh cinta sama orang sepertiku. Tapi kamu juga benar… karena kamu nggak lari.” Perlahan, Callista menggeser tubuhnya, menyandarkan kepala ke dada Adrian. Ia mendengar detak yang familiar—ritme yang dulu mengusik, lalu menenangkan, dan kini… jadi rumahnya. “Kalau aku bukan mahasiswamu… kamu tetap akan lihat aku?” Adrian
Last Updated : 2025-08-04 Read more