Pagi itu Jakarta masih basah oleh hujan semalam. Jalanan terlihat seperti cermin besar, memantulkan cahaya lampu kendaraan yang lalu-lalang terburu-buru. Di dalam rumah besar bergaya minimalis itu, Nayara duduk di meja makan, mengaduk-aduk sarapannya yang sudah dingin. Tatapannya kosong. Raka baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian kerja yang rapi. Wajahnya terlihat lebih segar dari semalam, namun sorot matanya tetap berat. Nayara menatap suaminya, mencoba menebak apa yang ada di pikirannya. “Pagi,” ucap Raka singkat. “Pagi,” jawab Nayara, suaranya pelan. Ia ingin berbicara banyak, ingin mengeluarkan semua kekhawatirannya, tapi ia tahu Raka butuh ketenangan pagi ini. Sejak pertemuan dengan Bima kemarin, Nayara merasa ada jurang yang menganga di antara mereka, jurang yang perlahan membuat napasnya sesak. Raka mengambil roti, menggigitnya sedikit, lalu menyesap kopi. Namun matanya tetap terpaku pada ponsel. Nayara mendesah pelan. “Dia hubungi kamu lagi?” tanya Nayara, men
Last Updated : 2025-07-29 Read more