Chu Qiao terengah, tubuhnya bergetar hebat. Urat di pelipisnya menonjol, keringat membanjiri wajah pucatnya. Dia mencoba menggeleng, seolah melarang sang jenderal mendekat. “Jangan,” bisiknya parau, nyaris tak terdengar. Tangannya terangkat sedikit, lalu jatuh lagi dengan lemah. Jenderal Shang tak mengindahkan. Langkahnya mantap, meski hati di dadanya bergejolak oleh cemas. Dia jongkok di sisi Chu Qiao, menundukkan wajah seriusnya. Tatapannya menusuk, tapi gerakannya tenang sekaligus terukur. Telapak tangannya menyentuh kening Chu Qiao. Panas. Jemarinya menekan pergelangan tangan wanita itu. Dingin. “Tubuhmu,” suaranya dalam, serak tertahan, “api dan es bercampur, apa yang terjadi padamu?” Chu Qiao menggertakkan gigi. Tubuhnya menggeliat, menahan rasa sakit yang menusuk sendi, seolah ada ribuan jarum menghantam sarafnya. Nafasnya tersengal. Dia mencoba mengumpulkan kekuatan bela dirinya, tapi seakan semua tenaga yang pernah dia latih musnah ditelan bumi. Kali in
Last Updated : 2025-10-01 Read more