Hari yang sama, permaisuri Yuwen tidak bisa tenang setelah mendengar dari Chun Mei sendiri kalau usia kandungannya jauh lebih tua darinya. Hari itu dia mendatangi kediaman Nenek Permaisuri; satu-satunya pendukung terbesar. Di ranjang tinggi berselimut bordiran naga emas, Nenek Permaisuri bersandar. Tubuhnya ringkih, wajahnya pucat dengan garis-garis usia yang semakin dalam, tapi sorot matanya masih tajam, menyiratkan pengalaman panjang menembus badai politik istana. Begitu Permaisuri Yuwen masuk, wanita tua itu seketika menegakkan tubuhnya, dibantu dua dayang setia. “Yuwen’er, kemarilah,” suaranya serak, mengandung kasih sayang yang lembut. Permaisuri Yuwen segera melangkah anggun, lalu berlutut di sisi ranjang. “Nenek Permaisuri, mengapa harus memaksa diri bangun? Seharusnya beristirahat saja.” Tangan keriput Nenek Permaisuri terulur, menepuk pelan punggung tangan cucu menantunya. “Aku tidak akan berdiam di ranjang jika hatimu gelisah. Katakan, wanita rendahan itu berbuat apa l
Last Updated : 2025-09-22 Read more