Di dalam paviliun permaisuri Yuwen. Permaisuri Yuwen duduk di kursi utama, mengenakan jubah merah muda bertepi emas. Jemarinya lentik, bergerak luwes mengupas buah pir dengan pisau kecil perak. Tak ada angin, tak ada hujan, mata pisau itu meleset. Ujungnya menggores telunjuk kanan. Darah segar segera merembes, menetes di permukaan meja. Permaisuri Yuwen terdiam sepersekian detik. Tatapannya jatuh pada luka kecil itu. Anehnya tidak ada teriakan, tidak ada raut kesakitan. Hanya gerakan spontan, melempar buah dan pisau di tangannya bersamaan ke lantai, membentur permadani dengan bunyi thuk! Pelayan di sisi kiri terkejut. Dia segera maju dengan wajah pucat, “Permaisuri, tangan Anda—” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, plak! Tamparan keras mendarat di pipinya. Pelayan itu langsung menunduk, kedua bahunya bergetar, takut menatap wajah majikannya. Suasana paviliun kembali sunyi, hanya tersisa suara napas permaisuri Yuwen yang berat dan teratur. Beberapa detik kemudian, pelayan la
Last Updated : 2025-10-13 Read more