“Duduk dulu, Mala. Kenapa harus berdiri disitu dan menatap tukang sadap,” titah Handoko menepuk sisi kosong di sebelah nya. Dengan ragu, Nirmala segara mejatuh bokongnya pada bangku kayu yang di buat seadanya. “Sebenarnya ada apa, Pak? Kenapa kita harus kesini?” “Tenanglah, Mala. Mantapkan duduk mu, kenapa sepertinya cacing kepanasan saja.”“Tidak enak, Pak,” cicit Mala.“Tukang sadap itu tidak ada yang punya mulud julid seperti sembilan teman mu yang tadi,” gurau Handoko.“Tetap saja, aku merasa tidak enak. Takut mereka berpikir aku penggoda suami orang,” ungkap Mala sedikit berani.“Sebelum kamu di cap penggoda, kamu memang sudah menggoda ku, Nirmala.” Mala gelapan mendengar penuturan dari Handoko yang kini duduk di sebelahnya, pada bangunan tanpa dinding itu. Bangunan di tengah kebun karet yang hanya berdiri dengan empat tiang dan di beri atap dari asbes. Tergantung sebuah neraca untuk menimbang getah karet disana.“M- maksud nya apa ya, Pak?’ Handoko tersenyum penuh arti
Last Updated : 2025-07-19 Read more