Share

BAB 2

Author: Lailai
last update Huling Na-update: 2025-07-19 16:45:45

“Duduk dulu, Mala. Kenapa harus berdiri disitu dan menatap tukang sadap,” titah Handoko menepuk sisi kosong di sebelah nya.

Dengan ragu, Nirmala segara mejatuh bokongnya pada bangku kayu yang di buat seadanya.

“Sebenarnya ada apa, Pak? Kenapa kita harus kesini?”

“Tenanglah, Mala. Mantapkan duduk mu, kenapa sepertinya cacing kepanasan saja.”

“Tidak enak, Pak,” cicit Mala.

“Tukang sadap itu tidak ada yang punya mulud julid seperti sembilan teman mu yang tadi,” gurau Handoko.

“Tetap saja, aku merasa tidak enak. Takut mereka berpikir aku penggoda suami orang,” ungkap Mala sedikit berani.

“Sebelum kamu di cap penggoda, kamu memang sudah menggoda ku, Nirmala.”

Mala gelapan mendengar penuturan dari Handoko yang kini duduk di sebelahnya, pada bangunan tanpa dinding itu. Bangunan di tengah kebun karet yang hanya berdiri dengan empat tiang dan di beri atap dari asbes. Tergantung sebuah neraca untuk menimbang getah karet disana.

“M- maksud nya apa ya, Pak?’

Handoko tersenyum penuh arti.” Aku tahu Mala, kamu menyimpan rasa kagum untukku. Diam-diam kamu sering melirik ke arah ku jika aku sedang mengontrol pekerjaan kalian. Aku kerap kali menangkap basah, meski kamu selalu membuang pandangan,” terang mandor gagah itu.

Benarkah yang Handoko katakan. Apa selama ini Handoko juga memperhatikan dirinya. Isi pikiran Nirmala semakin ruwet dan menerka-nerka setiap bisikan pada hati kecil nya.

“Kamu tidak usah malu begitu. Aku tahu juga. Suami lmu– Dinata itu orang nya pemalas tapi suka main judi,” ucap Handoko lagi

Nirmala menatap Handoko. “Bagaimana Bapak bisa tahu?”

“Semua tentang mu dengan mudah aku tahu,” pongah Handoko.

“Beri tahu aku dari mana Bapak tahu.” Pinta Mala sekali lagi.

Tawa jumawa dari bibir Handoko terlukis. “Kamu cantik, Mala. Kamu berhak bahagia. Aku juga yakin kamu tidak puas bukan dengan kinerja Dinata,” ucap lembut Handoko.

Nirmala bergeming, ia terpaku di tempatnya. Lagi - lagi Handoko tahu rahasia ranjang nya. Wajah merah Nirmala tak bisa ia sembunyikan lagi.

“Tidak usah malu seperti itu.”

“Aku tidak malu, aku biasa saja,” dusta Nirmala. Padahal yang terjadi sebenarnya memang seperti yang Handoko katakan.

“Menikahlah dengan ku, Mala,” ajak Handoko dengan cepat

“Bapak gila?! Aku ini istri orang!” Nirmala sedikit meninggi kan nada bicaranya

“Bercerai lah. Aku siap membuat mu bahagia tanpa perlu bekerja seperti ini.” Handoko meyakinkan

Ajakan Handoko yang begitu tiba-tiba tentu membuat Nirmala tercenung, bagaimana bisa Handoko yang telah memiliki istri kini mengajak nya untuk menikah.

“Aku suka kamu, Mala. Jadilah istri kedua ku.”

Nirmala menggeleng cepat lalu bangkit.” Seperti aku harus kembali bekerja, maaf.”

Tangan Nirmala kini dalam genggaman mandor. “ Duduk lagi, aku belum selesai bicara, Mala.”

Nirmala patuh, ia duduk kembli dengan tangan masih di genggam oleh Handoko. Tangan nya begitu kokoh dengan otot-otot yang menonjol di balik kulit hitam manis si mandor. Mata Nirmala tak berhenti berkedip bahkan ia seperti— menikmati genggaman Handoko.

“Aku tahu, kamu suka pada ku ‘kan?” tuding si mandor.

Mala diam, menahan nafas. Merasakan ritme ucapan mandor yang ia sendiri tidak mengerti. Handoko tentu jauh lebih macho jika di bandingkan dengan Dinata yang bertubuh pendek, perut buncit dan pemalas. Nirmala melihat kata sempurna dalam diri sang mandor. Namun, ia juga tak bisa mengartikan apakah itu perasaan suka atau sekedar kekaguman semata.

“.....Mala,” lirih Handoko. Kini tangan nya meraih dagu Nirmala agar kepalanya menoleh sehingga dua manusia beda kelamin itu bisa saling tatap.

“Kamu cantik.” Handoko memuji

Nirmala seketika membuang muka dengan cepat.” Cantik relatif, Pak.”

“Jika kamu mau jadi istri kedua ku. Hidup mu akan aku jamin kebahagiaannya.”

“Aku tidak mau jadi istri keduamu.” Nirmala menolak

“Aku bisa adil, aku tidak mungkin bercerai dari istri pertamaku.”

“Kalau begitu aku juga tidak akan bercerai dari Kak Dinata,” balas Nirmala.

“Kamu panggil suamimu dengan sebutan itu? Manis juga. Aku juga ingin di panggil Kak atau Mas. Bila perlu—--

Nirmala menunggu Handoko melanjutkan kalimatnya yang menggantung, hingga keningnya berkerut lanjutan kata itu belum juga terlontar dari mulut Handoko.

“Nungguin, ya?” ejek Handoko

“Iyalah! Bila perlu apa? Bicara jangan setengah-setengah.”

“Bila perlu panggil sayang aku tidak nolak” kelakar Handoko, tapi ucapannya serius.

Nirmala mencebik. “Dasar perayu!”

Handoko terkekeh kecil, melihat Nirmala yang salah tingkah. Dimata lelaki anak satu itu, Nirmala terlihat semakin menarik dan tentunya cantik.

“Kenapa wanita yang memiliki hidung seperti Iis Dahlia harus punya suami seperti Dinata. Sayang sekali ya.”

“Siapa yang seperti Iis Dahlia?”

“Ya kamulah?”

“Dilihat dari sedotan kali ‘ah.”

“Ye nggak percaya, hadap sini sebentar.” pinta Handoko, kini mereka saling menatap satu sama lain. Tak peduli lagi pada beberapa karyawan laki-laki yang bertugas mengumpulkan getah karet. Dua sejoli itu tetap asyik saling pandang.

Handoko mencolek hidung bangir milik Nirmala yang memang mirip hidung Iis Dahlia lagu penyanyi dangdut kondang di Indonesia. “Tuh ‘kan, kamu memang cantik. Jadi istri kedua ku ya. Mau nggak?”

“Nggak usah colek - colek,” protes Mala.

“Kamu nggak suka aku colek?”

Mala menggeleng.

“Kalau begini?” Handoko meringsek maju mengikis jarak dan memberikan kecupan singkat di pipi Nirmala. Sepersekian detik Mala mengusap pipinya yang basah, sisa kecupan dari Handoko. Entah dorongan dari mana, Nirmala malah mencubit gemas dada Handoko yang bidang. Bukan marah.

Setelah puas mencubit, Nirmala juga berkali-kali memukul bahu Handoko dengan tangannya.

“Berani sekali, ya. Bapak ini. Mesum!”

“Ampun Mala, ampun!” Seru Handoko.

“Suruh siapa kamu berani cium aku. Kalau ada yang laporan ke istrimu, aku yang bisa kena hajar dan mulut ibu-ibu itu akan semakin julid.”

“Ya kalau begitu ayo kita nikah saja.”

“Istri kedua?”

Handoko manggut-manggut.

“Nggak mau!” tolak Nirmala.

“Kenapa nggak mau?”

“Apa enaknya jadi istri kedua, pasti jadi gunjingan orang.”

“Kenapa harus pusing mikiri omongan orang sih, yang penting aku mencintai dan memberikan kamu kebahagiaan. Tinggalkan Dinata, lelaki mokondo itu.” Ujar Handoko sembari membelai paha karyawan nya

“Ihh! Apa sih! Sana tangan nya,” tolak Nirmala dengan suara semakin manja

Handoko semakin gemas dan terbakar gairah di siang bolong, melihat tingkah manja wanita bersuami yang selama ini ia kagumi.

“Mala.. ikut aku kesana sebentar, yuk,” ajak Handoko menunjuk semak belukar yang jarang di jamah oleh karyawannya.

“Mau ngapain?” heran Nirmala

“Sudah ikut saja. Susul aku jika aku sudah sampai disana, oke,” ujar Handoko seraya menyambar karung bekas gula yang ada di bawah bangku.

Tak butuh waktu lama, Handoko pun sampai. Disusul Nirmala yang telah sampai pada tempat yang Handoko maksud.

“Jangan berisik, Mala,” pinta Handoko menahan sebuah rasa

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 5

    Langkah Nirmala terasa seperti diikuti oleh seseorang dari belakang. Tak berani menoleh untuk memastikan, Nirmala justru mempercepat langkahnya agar segera sampai di pemukiman warga. Sebab warung nasi langganan Handoko letaknya terpencil dari rumah warga, warung tersebut berdekatan dengan kebun karet milik negara itu.“Mbak! Tunggu!” seru pemuda itu. Bukan berhenti, Mala setengah berlari. Ia cukup takut.“Hei!” teriaknya.” Tunggu kubilang!” seru nya lagi.Nirmala benar-benar tidak mengindahkan perintah lelaki asing yang terus mengikutinya dari belakang.“Berhenti atau aku beberkan rahasiamu dengan mandor tadi,” ancamnya. Sepersekian detik kaki Nirmala bagai dirantai ke bumi. Tubuhnya terpaku, nafasnya memburu dan jantungnya berdegup lebih kencang. Pria itu seketika menyunggingkan senyum, tak menyangka ancamannya berhasil. Ketika pria itu telah berhadapan dengan Nirmala, mata Nirmala memincing, menelisik dan memindai pria yang baru saja mengancamnya.“Siapa kamu, kamu pasti bukan pe

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 4

    Nirmala menoleh ke sisi kiri dan kanannya. Besar harapan Nirmala agar berita yang akan disampaikan ke Handoko tidak sampai di dengar oleh pemilik warung nasi langganan semua buruh perkebunan karet itu. Bisa fatal jika Ibu warung mendengar semuanya. Nirmala meremas jemari nya, matanya bergerak tak beraturan, tubuhnya sedikit tremor. Perlu keberanian yang banyak untuk membuat dirinya buka mulut didepan Handoko.“Sebenarnya ada apa, Mala? Apa yang ingin kamu sampaikan.” Handoko jadi tak sabar dibuatnya.“A-ku. Aku—.”“Aku apa? Bicara yang jelas!” desak Handoko. Nirmala mengikis jarak, wajahnya maju mencari keberadaan telinga Handoko.” Aku hamil,” cetus Mala. Mata Handoko membulat sempurna.” Ha—mil? Kamu hamil, Mala?” ulang sang mandor. “Ssssttttt! Pelankan suaramu.” Nirmala memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Masih dengan keterkejutannya, Handoko mencoba menelaah kalimat Nirmala. Mengapa Nirmala mendatangi dirinya dan berkata jika saat ini Nirmala teng

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 3

    “Pak! Mau apa, Pak?” protes Mala “Diam lah,” lirih Handoko. “Pak! Jangan, Pak,” mulut Mala menolak. Namun, otak nya menginginkan Handoko melakukan lebih. Kecupan demi kecupan menghujani wajah manis Mala hingga pindah ke bagian leher nya juga. Handoko semakin berani, lantaran Nirmala hanya diam menikmati sentuhan yang ia beri.“Mala….,” bisik Handoko lembut. Siang itu, dibawah terik mentari. Handoko menggagahi Nirmala beralaskan sebuah karung. Tanpa perlu melepas semua pakaian, Handoko cukup mengeluarkan pusakanya lewat zipper celana hitamnya.“Pakai lagi celana mu, Mala,” titah Handoko setelah mengakhiri ‘kerja kerasnya’ Semak belukar di tengah kebun karet menjadi saksi perbuatan bejat dua manusia tanpa status jelas itu. Sebelum Mala mengenakan celana panjangnya, ia dahulukan membasuh jalan yang sudah dilalui oleh Handoko di sungai kecil dekat tempat mereka melepas cinta yang terpendam.“Kenapa kamu segagah ini,” aku Mala tersipu malu.Handoko tersenyum jumawa.” Pasti kamu b

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 2

    “Duduk dulu, Mala. Kenapa harus berdiri disitu dan menatap tukang sadap,” titah Handoko menepuk sisi kosong di sebelah nya. Dengan ragu, Nirmala segara mejatuh bokongnya pada bangku kayu yang di buat seadanya. “Sebenarnya ada apa, Pak? Kenapa kita harus kesini?” “Tenanglah, Mala. Mantapkan duduk mu, kenapa sepertinya cacing kepanasan saja.”“Tidak enak, Pak,” cicit Mala.“Tukang sadap itu tidak ada yang punya mulud julid seperti sembilan teman mu yang tadi,” gurau Handoko.“Tetap saja, aku merasa tidak enak. Takut mereka berpikir aku penggoda suami orang,” ungkap Mala sedikit berani.“Sebelum kamu di cap penggoda, kamu memang sudah menggoda ku, Nirmala.” Mala gelapan mendengar penuturan dari Handoko yang kini duduk di sebelahnya, pada bangunan tanpa dinding itu. Bangunan di tengah kebun karet yang hanya berdiri dengan empat tiang dan di beri atap dari asbes. Tergantung sebuah neraca untuk menimbang getah karet disana.“M- maksud nya apa ya, Pak?’ Handoko tersenyum penuh arti

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 1

    “Kak, Dinata. Kak.” Nirmala mengguncang pelan tubuh sang suami yang masih berselimut tebal di atas tempat tidur.“Hmmm …,” sahut Dinata malas tanpa bergerak sedikit pun.“Bangun dulu, hei.” Nirmala menarik bahu sang suami yang meringkuk membelakangi dirinya.“Apa sih, Mala. Aku masih mengantuk,” keluh Dinata, kemudian ia tarik kembali selimut yang baru saja Nirmala sibak.“Aku mau berangkat kerja, Kak. Jangan lupa tutup lagi pintunya.” Dinata kembali terbuai dalam mimpi di subuh yang begitu dingin itu. Kumandang adzan bersahutan menjadi lagu nina bobo baginya untuk melanjutkan tidurnya sampai siang, bahkan dengkuran halusnya lolos begitu saja.“Mala, cepat! Ayo berangkat, azan Subuh sudah selesai dan kamu belum keluar juga?” seru Meni dari luar Suara bisik-bisik dari rekan kerja Mala masuk ke indra pendengaran Mala yang masih berusaha membangunkan Dinata. Mala gelisah, ia sudah ditunggu rekannya. Namun, kedua mata Dinata masih saja terpejam rapat. Tidak mungkin ia pergi bekerja d

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status