Share

BAB 6

Author: Lailai
last update Last Updated: 2025-07-23 17:24:06

Hari itu Nirmala menuruti perintah Handoko untuk menempati rumah rahasia yang ada di sebuah kampung yang cukup terpencil. Berbekal sepada motor milik Handoko, Mala tiba di rumah yang masih semi permanen itu, tapi isi rumah tersebut sudah lengkap dengan segala furniture dan perabotan lainnya.

“Aku juga sering kesini kalau sedang ribut dengan Darti atau lelah dengan urusan kebun,” ucap Handoko seraya merebahkan tubuhnya di sofa berwarna coklat itu.

Nirmala mengedarkan pandangannya, ia pindai bangunan yang Handoko sembunyikan dari istrinya, tak begitu besar. Namun, itu terlihat nyaman. Jauh dari pemukiman warga yang padat serta dari hingar bingar suara kendaraan.

“Rumahnya sejuk dan nyaman,” puji m

Nirmala

“Memang. Apalagi sekarang ada kamu, jadi terasa semakin sejuk dan nyaman. Sini,” ajak Handoko menepuk pahanya kosong.

Dengan sigap Mala meringsek maju duduk di paha Handoko dengan tangan bergelayut manja. Handoko pun mengecup pipi Nirmala, siang itu dua manusia tanpa status mengulangi dosanya.

“Jangan buang di dalam sayang,” pinta Nirmala dengan nafas tertahan menikmati sentuhan yang selalu ia rindukan dari Handoko.

Handoko yang tengah mengukung gadis pujaannya, dengan keringat mulai membanjiri tubuhnya serta gerakan yang semakin cepat tanda ia akan segera menuju puncak.

“Kenapa, sayang. Aku–aku– sebentar lagi– sampai,”

“Cabut, sayang!” pinta Nirmala.” Bidan tidak memperbolehkan cairan itu masuk saat usia kandunganku masih muda.

Handoko menuruti perkataan Nirmala, ia cabut kepemilikannya dan menumpahkan segala cairan yang membuatnya melayang menuju nirwana di perut datar Nirmala.

“Maaf ya, Mas,” cicit Mala.

Handoko yang sedang membersihkan pusakanya sontak menoleh pada Nirmala yang tanpa busana.” Panggil apa tadi?” selidik Handoko.

“Coba ulangi, kok enak telingaku nyaman sekali dengarnya,” desak Handoko.

“Nggak mau!” tolak Nirmala.

“Lagi! Ayo,” pinta lelaki yang selalu bisa memuaskan Nirmala dalam segala aspek.

Gemas dengan suara manja Nirmala, Handoko menggelitik tubuhnya yang masih polos tanpa busana. Keduanya terhanyut dengan kebahagian yang mereka sembunyikan dari pasangan masing-masing. Canda, tawa keringat dan saliva sudah seringkali berpindah dari tubuh dua manusia yang kurang terpuji itu.

***

“Sudah pulang kamu, Mala,” tegur Dinata yang baru saja masuk rumah kecil dengan lantai masih berupa tanah.

Nirmala terhenyak dari lamunannya, pikirannya masih teringat akan sentuhan Handoko yang begitu memabukkan.

“Eh, Kak Din. Kamu dari mana?” tanyanya basa basi.

“Dari sawah,” jawab Dinata singkat.

“Ngapain?”

“Pakai tanya ngapain, ya kerjalah!” sahut Dinata sedikit kesal.

“Kerja apa cari belut? Mustahil bagimu kerja di sawah bantu Bapak, Kak,” cemooh sang istri.

Bungkusan plastik hitam yang Dinata bawa sedikit ia sembunyikan dibalik tubuhnya yang pendek.

“Nggak usah diumpetin, aku tahu kamu hanya cari belut. Bukan kerja,” sembur Nirmala

Dinata membuang nafas kasarnya. “Nanti juga aku bakal dapat kerja, kamu nggak usah berisik.”

“Kapan kamu wujudkan semua ucapanmu, Kak?”

“Ya sabarlah. Jadi istri jangan terlalu banyak menuntut,” Dinata mencelos, lalu meletakkan beberapa ekor belum dalam wadah yang baru saja ia ambil dari rak piring yang sudah dimakan usia.

“Selalu itu saja yang kamu katakan,” keluh Mala

“Buatkan aku kopi,” titah Dinata mematik batang rokok terakhirnya.

“Nggak punya gula!”

“Belilah!”

“Mana uangnya?”

“Dua hari lalu ‘kan kamu baru gajihan. Masa sudah habis.”

“Kapan sih aku ini belanja kebutuhan sehari-hari pakai uang hasil kerja kerasmu, Kak. Aku ini istrimu yang harus kamu cukupi bukan malah sebaliknya.”

“Malaaa… aku bilang aku pasti akan dapat pekerjaan yang memeliki bayaran yang besar, ini juga aku sedang usaha.” Dinata membuang asap nikotin ke udara.

“Itu saja yang setiap hari kamu banggakan.”

“Bagaimana kerja saat hamil? Baik-baik saja ‘kan?”

“Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja.”

“Kalau begitu tetaplah kerja. Hitung-hitung bantu aku.”

“Kamu—”

Betapa geramnya Nirmala dengan segala sikap Dinata selama ini, dulu ia pikir tak masalah bekerja serabutan agar dapurnya tetap ngebul. Tak pernah mempermasalahkan segala sifat Dinata yang berpangku tangan. Siang tidur, malam digunakan untuk nongkrong di pos ronda menikmati tuak dan judi domino, tiga tahun Dinata tak pernah lepas dari perangainya yang membuat Nirmala jengah. Belum lagi tuntutan dari orang tua Dinata yang menginginkan Nirmala cepat hamil, awal Nirmala dituntut ia hanya bisa menangis kadang juga merutuk dirinya yang tak kunjung hamil. Hidup sebatang kara membuat Nirmala tak punya pilihan untuk meninggalkan Dinata.

Orangtua Dinata sampai menyebar isu keseluruhan penjuru bahwa Nirmala adalah wanita mandul. Kini, Nirmala tahu bahwa Dinata lah yang mandul. Kehamilan Nirmala tentu mematahkan segala isu dan segala tuduhan bahwa dirinya mandul. Namun, kehamilan Nirmala tidak menjamin hidupnya diratukan apalagi dimanja. Tetap saja ia harus berjuang demi ekonomi keluarga.

Malam yang dingin tiba, hewan nokturnal kembali aktif menemani keheningan yang selalu hadir di tengah-tengah Dinata dan Nirmala.

“Mala…” lirih Dinata setengah berbisik mesra.

“Apa, Kak,” sahut Nirmala malas. Tubuhnya yang lelah setelah seharian digarap oleh Handoko membuat tidurnya lebih lelap, tapi karena Dinata terus membangunkan membuat Nirmala sedikit membuka mata.

Tak memberikan jawaban lagi, Dinata langsung menjelajahi leher jenjang yang masih wangi sisa sabun saat mandi sore. Memberikan kecupan hingga lumatan yang sama sekali tidak membangkitkan gairah Nirmala. Tak mau berdebat, Nirmala membiarkan Dinata mengexprlor dirinya.

“Kak ini… cairan apa?” Nirmala terkejut mendapati pahanya terasa basah oleh cairan milik Dinata.

“Itu milikku, aku sudah keluar,” cicitnya

“Hah!” pekik Nirmala

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
enak itu belut dbuat lalapan
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
heh mikir doooong Dinata, itu Nirmala lg hamil loh kok malah nyuruh Nirmala tetep kerja
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
loh baru aja, kok wes crit Dinata ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 8

    “Sekalipun aku tidak hamil, orangtua Kak Din pasti akan keberatan,” cicit Mala Handoko melepaskan topi yang selalu berada di kepalanya.” Keberatan?” ulangnya. “Kenapa bisa begitu?” lanjutnya bertanya. Nirmala membuang nafas lelah.” Mertuaku sudah meminta aku dari mendiang keluargaku, mereka bilang aku adalah wanita yang cocok untuk menikah dengan Dinata.” papar Mala “Cocok? Yang benar saja! Yang ada Dinata tidak menafkahi kamu dengan baik,” cibir Handoko, cukup kesal dengan semua kelakuan rival cintanya.“Aku juga sudah tidak bisa berkata-kata lagi,” keluh Mala.“Jadi Dinata belum kerja sampai sekarang?”Nirmala hanya menggeleng sebagi jawaban.“Bagaimana jika aku tawarkan kerja sebagai penyadap getah di kebun?”“Penyadap? Artinya harus bangun pagi. Mana mampu Dinata melakukan itu semua,” sungut Mala jika mengingat semua sifat malas sang suami.“Ya dicoba dulu. Aku nggak bisa lihat kamu dalam kondisi hamil tapi masih di paksa terus kerja dengan alasan bantu ekonomi. Meskipun…seben

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 7

    “Sudah keluar?!” heran Nirmala Dinata membersihkan cairan yang tumpah di paha sang istri menggunakan kausnya.” Iya, ternyata kamu masih seenak biasanya.”“Padahal baru banget masuk ujungnya dan sudah muntah saja,” gumamnya yang tentu masih didengar oleh Dinata.“Mungkin aku terlalu capek, Mal. Jadi cepat menuju puncaknya. Yang penting sama-sama enak ‘kan,” ucapan Dinata membuat Nirmala ingin menusuknya dengan belati detik itu juga. ‘sama-sama enak katamu? Sejak kapan aku enak berhubungan denganmu’ batin Nirmala geram.“Meski cepat keluar yang penting kecebongku sudah berhasil masuk dan membuahimu,” pongah Dinata, terlalu percaya diri dengan kelihaiannya yang ia pikir perkasa itu. Dinata membuka lemari pakaian. Lemari tersebut tak bisa berbohong bahwa isinya sudah melebihi pemiliknya terlihat dari kayu yang keropos dan memiliki banyak bubuk halus yang sering buat author mainan. Pasti kalian tahulah.“Kenapa diam saja, Mala?” tanya Dinata seraya mencari baju bersih dalam lemari lap

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 6

    Hari itu Nirmala menuruti perintah Handoko untuk menempati rumah rahasia yang ada di sebuah kampung yang cukup terpencil. Berbekal sepada motor milik Handoko, Mala tiba di rumah yang masih semi permanen itu, tapi isi rumah tersebut sudah lengkap dengan segala furniture dan perabotan lainnya. “Aku juga sering kesini kalau sedang ribut dengan Darti atau lelah dengan urusan kebun,” ucap Handoko seraya merebahkan tubuhnya di sofa berwarna coklat itu. Nirmala mengedarkan pandangannya, ia pindai bangunan yang Handoko sembunyikan dari istrinya, tak begitu besar. Namun, itu terlihat nyaman. Jauh dari pemukiman warga yang padat serta dari hingar bingar suara kendaraan. “Rumahnya sejuk dan nyaman,” puji mNirmala“Memang. Apalagi sekarang ada kamu, jadi terasa semakin sejuk dan nyaman. Sini,” ajak Handoko menepuk pahanya kosong. Dengan sigap Mala meringsek maju duduk di paha Handoko dengan tangan bergelayut manja. Handoko pun mengecup pipi Nirmala, siang itu dua manusia tanpa status men

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 5

    Langkah Nirmala terasa seperti diikuti oleh seseorang dari belakang. Tak berani menoleh untuk memastikan, Nirmala justru mempercepat langkahnya agar segera sampai di pemukiman warga. Sebab warung nasi langganan Handoko letaknya terpencil dari rumah warga, warung tersebut berdekatan dengan kebun karet milik negara itu.“Mbak! Tunggu!” seru pemuda itu. Bukan berhenti, Mala setengah berlari. Ia cukup takut.“Hei!” teriaknya.” Tunggu kubilang!” seru nya lagi.Nirmala benar-benar tidak mengindahkan perintah lelaki asing yang terus mengikutinya dari belakang.“Berhenti atau aku beberkan rahasiamu dengan mandor tadi,” ancamnya. Sepersekian detik kaki Nirmala bagai dirantai ke bumi. Tubuhnya terpaku, nafasnya memburu dan jantungnya berdegup lebih kencang. Pria itu seketika menyunggingkan senyum, tak menyangka ancamannya berhasil. Ketika pria itu telah berhadapan dengan Nirmala, mata Nirmala memincing, menelisik dan memindai pria yang baru saja mengancamnya.“Siapa kamu, kamu pasti bukan pe

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 4

    Nirmala menoleh ke sisi kiri dan kanannya. Besar harapan Nirmala agar berita yang akan disampaikan ke Handoko tidak sampai di dengar oleh pemilik warung nasi langganan semua buruh perkebunan karet itu. Bisa fatal jika Ibu warung mendengar semuanya. Nirmala meremas jemari nya, matanya bergerak tak beraturan, tubuhnya sedikit tremor. Perlu keberanian yang banyak untuk membuat dirinya buka mulut didepan Handoko.“Sebenarnya ada apa, Mala? Apa yang ingin kamu sampaikan.” Handoko jadi tak sabar dibuatnya.“A-ku. Aku—.”“Aku apa? Bicara yang jelas!” desak Handoko. Nirmala mengikis jarak, wajahnya maju mencari keberadaan telinga Handoko.” Aku hamil,” cetus Mala. Mata Handoko membulat sempurna.” Ha—mil? Kamu hamil, Mala?” ulang sang mandor. “Ssssttttt! Pelankan suaramu.” Nirmala memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Masih dengan keterkejutannya, Handoko mencoba menelaah kalimat Nirmala. Mengapa Nirmala mendatangi dirinya dan berkata jika saat ini Nirmala teng

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 3

    “Pak! Mau apa, Pak?” protes Mala “Diam lah,” lirih Handoko. “Pak! Jangan, Pak,” mulut Mala menolak. Namun, otak nya menginginkan Handoko melakukan lebih. Kecupan demi kecupan menghujani wajah manis Mala hingga pindah ke bagian leher nya juga. Handoko semakin berani, lantaran Nirmala hanya diam menikmati sentuhan yang ia beri.“Mala….,” bisik Handoko lembut. Siang itu, dibawah terik mentari. Handoko menggagahi Nirmala beralaskan sebuah karung. Tanpa perlu melepas semua pakaian, Handoko cukup mengeluarkan pusakanya lewat zipper celana hitamnya.“Pakai lagi celana mu, Mala,” titah Handoko setelah mengakhiri ‘kerja kerasnya’ Semak belukar di tengah kebun karet menjadi saksi perbuatan bejat dua manusia tanpa status jelas itu. Sebelum Mala mengenakan celana panjangnya, ia dahulukan membasuh jalan yang sudah dilalui oleh Handoko di sungai kecil dekat tempat mereka melepas cinta yang terpendam.“Kenapa kamu segagah ini,” aku Mala tersipu malu.Handoko tersenyum jumawa.” Pasti kamu b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status