Share

BAB 7

Author: Lailai
last update Last Updated: 2025-07-25 06:48:35

“Sudah keluar?!” heran Nirmala

Dinata membersihkan cairan yang tumpah di paha sang istri menggunakan kausnya.” Iya, ternyata kamu masih seenak biasanya.”

“Padahal baru banget masuk ujungnya dan sudah muntah saja,” gumamnya yang tentu masih didengar oleh Dinata.

“Mungkin aku terlalu capek, Mal. Jadi cepat menuju puncaknya. Yang penting sama-sama enak ‘kan,” ucapan Dinata membuat Nirmala ingin menusuknya dengan belati detik itu juga.

‘sama-sama enak katamu? Sejak kapan aku enak berhubungan denganmu’ batin Nirmala geram.

“Meski cepat keluar yang penting kecebongku sudah berhasil masuk dan membuahimu,” pongah Dinata, terlalu percaya diri dengan kelihaiannya yang ia pikir perkasa itu.

Dinata membuka lemari pakaian. Lemari tersebut tak bisa berbohong bahwa isinya sudah melebihi pemiliknya terlihat dari kayu yang keropos dan memiliki banyak bubuk halus yang sering buat author mainan. Pasti kalian tahulah.

“Kenapa diam saja, Mala?” tanya Dinata seraya mencari baju bersih dalam lemari lapuknya.

“Nggak apa-apa,” jawab Nirmala malas.

“Tiga tahun menikah denganku pasti kamu puas ‘kan dengan kinerjaku di ranjang?” Dinata duduk di tepi ranjang dengan kasur kapuk yang keras.

Nirmala kembali mengenakan pakaian lengkapnya tanpa berniat menjawab pertanyaan penuh dusta dari suaminya.

“Kok tidak dijawab?”

“Aku harus jawab apa?” Nirmala balik bertanya.

“Kamu selalu puas ‘kan?”

Ingin sekali Nirmala berteriak bahwa suaminya itu impoten dan bayi dalam kandungannya bukan hasil kerja kerasnya, melainkan milik pria lain, pria yang selalu membuat Nirmala terbang ke nirwana.

“Kamu mau kemana, sudah malam begini,” alih-alih menjawab pertanyaan, Nirmala malah melontarkan pertanyaan saat melihat suaminya mengalungkan sarung kebanggaannya di leher.

“Aku ke pos ronda sebentar, ya,” pamitnya.

“Ngapain?”

“Ada perlu sama Ahmad, dan ada perintah dari pak lurah untuk siskamling,” terang Dinata.

“Halah! Paling juga kamu main domino dan mabuk tuak lagi,” sinis Nirmala yang sudah tahu akal-akalan sang suami.

“Enggak kok! Ini beneran mau siskamling sama pak lurah juga, siapa tahu ada uang rokoknya ‘kan lumayan,” kilah Dinata.

Melihat Nirmala yang seakan tak rela ditinggal, Dinata meringsek maju mengikis jarak.

“Apa kamu mau kita ulangi lagi? Kamu masih ‘ingin bermain’ dengan dia?” tunjuk Dinata pada pusakanya yang gampang muntah itu.

Nirmala mencebik, menepis tangan Dinata yang bertengger di pundaknya.” Sudah! Sana pergi,” usirnya.

“Baiklah! Aku pergi dulu,” pamit Dinata dengan senyum kepuasan yang Nirmala sendiri tidak pernah tersenyum puas dengan cara kerja Dinata di ranjangnya.

Malam semakin sunyi, waktupun terus merangkak naik. Nirmala yang sudah beberapa kali terbangun tidak mendapati suaminya pulang dari pos ronda.

“Sudah jam segini, kenapa ini orang belum pulang juga sih?” tanya Nirmala pada dirinya sendiri.

Ia sibakkan selimut yang menutupi dirinya. Rumah yang berukuran kecil membuat langkah Nirmala dengan cepat menuju pintu utama.

“Pintunya di gembok dari luar.” Nirmala bermonolog.

Wanita yang tengah hamil muda itu kembali ke kamar kemudian lewat pintu dapur ia menyusul Dinata ke pos ronda.

Dari jauh, suara gelak tawa masuk lewat indera pendengaran Nirmala dengan jelas. Wanita yang dicintai oleh Handoko itu mempercepat langkahnya. Sesampainya ia di pos ronda tersebut, rekan Dinata mendadak diam seribu bahasa tawa yang tadi meledak kini sirna bagai embun pagi tersentuh oleh sinar mentari.

“Kak Din!” seru Nirmala ketika mendapati sang suami tergeletak diatas tikar pos ronda.

“Suamimu mabuk parah tuh,” beritahu Ahmad kemudian ia mengambil langkah besar meninggal rekannya.

Mata Nirmala melirik satu persatu teman Dinata yang masih tersisa dengan tatapan yang mereka tak mengerti.

“Suamimu sendiri yang menghabiskan tuak yang aku bawa, jadi jangan melihatku seperti itu,” kilah teman Dinata.

Nirmala mendengus

“Kak Din!”

“Ma-la. Istriku tercinta. Kamu datang sayang,” rancau Dinata dibawah pengaruh tuak.

Tak banyak membantah apa lagi banyak kata, Nirmala segera melempar bantal dan selimut ke arah Dinata yang masih lemas.

“Dasar tukang bohong! Tidur saja kamu disini!” kesal Nirmala luar biasanya.

Teman-teman Dinata hanya bisa menahan tawanya, mereka tak mau menjadi korban amukan Nirmala. Karena hal ini sudah sering terjadi.

***

“Jadi suamimu yang mokondo itu juga sering nongkrong dan mabuk di pos ronda?” tanya Handoko setelah mendapat aduan dari kekasih gelapnya.

Siang itu mereka kembali sembunyi di rumah Handoko tentu dengan segala makanan dan minuman untuk kebutuhan Nirmala selama dirinya masih dipaksa bekerja oleh Dinata. Semua bahan makanan ada, baik yang Handoko simpan dalam kulkas maupun di luar kulkas. Semua lengkap dan terjamin gizinya.

Nirmala membuang nafas kasar.” Sebenarnya itu bukan pertama kalinya terjadi.”

“Maksudnya?”

“Baru kali ini aku bawakan Kak Din bantal dan selimut,” terang Nirmala.

“Lha sebelumnya bagaimana?”

“Aku biarkan saja sampai pagi kalau dia nongkrong di pos ronda. Kadang aku mau berangkat kerja dia baru pulang,” kenang Nirmala.

“Pagi tadi kamu tinggal kerja dia sudah pulang?”

Nirmala menggeleng lemah.” Sepertinya dia beneran tidur di pos ronda deh.”

“Pffffffffff” Handoko menahan tawanya agar tidak kelepasan.

“Ketawa mah ketawa aja, nggak usah ditahan,” sindir Nirmala.

Hahahahhahaha

Tawa Handoko pun lepas jua. Sedangkan wajah Nirmala ditekuk.

“Nggak usah cemberut begitu, kamu cemberut malah semakin cantik.”

“Diamlah,aku lagi nggak butuh dirayu!”

“Wow galaknya, ibu hamil lagi sensitif,” ledek Handoko.

Nirmala meraih buah yang lengkap dengan bumbu rujak dan menyantapnya dengan nikmat.

“Enak?” tanya Handoko

“Hmm,” sahut Nirmala singkat.

“Kenapa kamu nggak minta cerai aja sih dari si mokondo itu,”

Buru-buru Nirmala menelan buah dalam mulutnya. “Wanita hamil mana boleh bercerai!” sembur Nirmala

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
sabar pak Mandoor
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
hmmm Dinata g sadar2 yaaa
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
bener2 Mokondo Dinata ituu, Nirmala knp g kau tinggalkan aja dy
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 8

    “Sekalipun aku tidak hamil, orangtua Kak Din pasti akan keberatan,” cicit Mala Handoko melepaskan topi yang selalu berada di kepalanya.” Keberatan?” ulangnya. “Kenapa bisa begitu?” lanjutnya bertanya. Nirmala membuang nafas lelah.” Mertuaku sudah meminta aku dari mendiang keluargaku, mereka bilang aku adalah wanita yang cocok untuk menikah dengan Dinata.” papar Mala “Cocok? Yang benar saja! Yang ada Dinata tidak menafkahi kamu dengan baik,” cibir Handoko, cukup kesal dengan semua kelakuan rival cintanya.“Aku juga sudah tidak bisa berkata-kata lagi,” keluh Mala.“Jadi Dinata belum kerja sampai sekarang?”Nirmala hanya menggeleng sebagi jawaban.“Bagaimana jika aku tawarkan kerja sebagai penyadap getah di kebun?”“Penyadap? Artinya harus bangun pagi. Mana mampu Dinata melakukan itu semua,” sungut Mala jika mengingat semua sifat malas sang suami.“Ya dicoba dulu. Aku nggak bisa lihat kamu dalam kondisi hamil tapi masih di paksa terus kerja dengan alasan bantu ekonomi. Meskipun…seben

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 7

    “Sudah keluar?!” heran Nirmala Dinata membersihkan cairan yang tumpah di paha sang istri menggunakan kausnya.” Iya, ternyata kamu masih seenak biasanya.”“Padahal baru banget masuk ujungnya dan sudah muntah saja,” gumamnya yang tentu masih didengar oleh Dinata.“Mungkin aku terlalu capek, Mal. Jadi cepat menuju puncaknya. Yang penting sama-sama enak ‘kan,” ucapan Dinata membuat Nirmala ingin menusuknya dengan belati detik itu juga. ‘sama-sama enak katamu? Sejak kapan aku enak berhubungan denganmu’ batin Nirmala geram.“Meski cepat keluar yang penting kecebongku sudah berhasil masuk dan membuahimu,” pongah Dinata, terlalu percaya diri dengan kelihaiannya yang ia pikir perkasa itu. Dinata membuka lemari pakaian. Lemari tersebut tak bisa berbohong bahwa isinya sudah melebihi pemiliknya terlihat dari kayu yang keropos dan memiliki banyak bubuk halus yang sering buat author mainan. Pasti kalian tahulah.“Kenapa diam saja, Mala?” tanya Dinata seraya mencari baju bersih dalam lemari lap

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 6

    Hari itu Nirmala menuruti perintah Handoko untuk menempati rumah rahasia yang ada di sebuah kampung yang cukup terpencil. Berbekal sepada motor milik Handoko, Mala tiba di rumah yang masih semi permanen itu, tapi isi rumah tersebut sudah lengkap dengan segala furniture dan perabotan lainnya. “Aku juga sering kesini kalau sedang ribut dengan Darti atau lelah dengan urusan kebun,” ucap Handoko seraya merebahkan tubuhnya di sofa berwarna coklat itu. Nirmala mengedarkan pandangannya, ia pindai bangunan yang Handoko sembunyikan dari istrinya, tak begitu besar. Namun, itu terlihat nyaman. Jauh dari pemukiman warga yang padat serta dari hingar bingar suara kendaraan. “Rumahnya sejuk dan nyaman,” puji mNirmala“Memang. Apalagi sekarang ada kamu, jadi terasa semakin sejuk dan nyaman. Sini,” ajak Handoko menepuk pahanya kosong. Dengan sigap Mala meringsek maju duduk di paha Handoko dengan tangan bergelayut manja. Handoko pun mengecup pipi Nirmala, siang itu dua manusia tanpa status men

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 5

    Langkah Nirmala terasa seperti diikuti oleh seseorang dari belakang. Tak berani menoleh untuk memastikan, Nirmala justru mempercepat langkahnya agar segera sampai di pemukiman warga. Sebab warung nasi langganan Handoko letaknya terpencil dari rumah warga, warung tersebut berdekatan dengan kebun karet milik negara itu.“Mbak! Tunggu!” seru pemuda itu. Bukan berhenti, Mala setengah berlari. Ia cukup takut.“Hei!” teriaknya.” Tunggu kubilang!” seru nya lagi.Nirmala benar-benar tidak mengindahkan perintah lelaki asing yang terus mengikutinya dari belakang.“Berhenti atau aku beberkan rahasiamu dengan mandor tadi,” ancamnya. Sepersekian detik kaki Nirmala bagai dirantai ke bumi. Tubuhnya terpaku, nafasnya memburu dan jantungnya berdegup lebih kencang. Pria itu seketika menyunggingkan senyum, tak menyangka ancamannya berhasil. Ketika pria itu telah berhadapan dengan Nirmala, mata Nirmala memincing, menelisik dan memindai pria yang baru saja mengancamnya.“Siapa kamu, kamu pasti bukan pe

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 4

    Nirmala menoleh ke sisi kiri dan kanannya. Besar harapan Nirmala agar berita yang akan disampaikan ke Handoko tidak sampai di dengar oleh pemilik warung nasi langganan semua buruh perkebunan karet itu. Bisa fatal jika Ibu warung mendengar semuanya. Nirmala meremas jemari nya, matanya bergerak tak beraturan, tubuhnya sedikit tremor. Perlu keberanian yang banyak untuk membuat dirinya buka mulut didepan Handoko.“Sebenarnya ada apa, Mala? Apa yang ingin kamu sampaikan.” Handoko jadi tak sabar dibuatnya.“A-ku. Aku—.”“Aku apa? Bicara yang jelas!” desak Handoko. Nirmala mengikis jarak, wajahnya maju mencari keberadaan telinga Handoko.” Aku hamil,” cetus Mala. Mata Handoko membulat sempurna.” Ha—mil? Kamu hamil, Mala?” ulang sang mandor. “Ssssttttt! Pelankan suaramu.” Nirmala memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Masih dengan keterkejutannya, Handoko mencoba menelaah kalimat Nirmala. Mengapa Nirmala mendatangi dirinya dan berkata jika saat ini Nirmala teng

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 3

    “Pak! Mau apa, Pak?” protes Mala “Diam lah,” lirih Handoko. “Pak! Jangan, Pak,” mulut Mala menolak. Namun, otak nya menginginkan Handoko melakukan lebih. Kecupan demi kecupan menghujani wajah manis Mala hingga pindah ke bagian leher nya juga. Handoko semakin berani, lantaran Nirmala hanya diam menikmati sentuhan yang ia beri.“Mala….,” bisik Handoko lembut. Siang itu, dibawah terik mentari. Handoko menggagahi Nirmala beralaskan sebuah karung. Tanpa perlu melepas semua pakaian, Handoko cukup mengeluarkan pusakanya lewat zipper celana hitamnya.“Pakai lagi celana mu, Mala,” titah Handoko setelah mengakhiri ‘kerja kerasnya’ Semak belukar di tengah kebun karet menjadi saksi perbuatan bejat dua manusia tanpa status jelas itu. Sebelum Mala mengenakan celana panjangnya, ia dahulukan membasuh jalan yang sudah dilalui oleh Handoko di sungai kecil dekat tempat mereka melepas cinta yang terpendam.“Kenapa kamu segagah ini,” aku Mala tersipu malu.Handoko tersenyum jumawa.” Pasti kamu b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status