Share

BAB 3

Author: Lailai
last update Last Updated: 2025-07-19 16:46:22

“Pak! Mau apa, Pak?” protes Mala

“Diam lah,” lirih Handoko.

“Pak! Jangan, Pak,” mulut Mala menolak. Namun, otak nya menginginkan Handoko melakukan lebih.

Kecupan demi kecupan menghujani wajah manis Mala hingga pindah ke bagian leher nya juga. Handoko semakin berani, lantaran Nirmala hanya diam menikmati sentuhan yang ia beri.

“Mala….,” bisik Handoko lembut.

Siang itu, dibawah terik mentari. Handoko menggagahi Nirmala beralaskan sebuah karung. Tanpa perlu melepas semua pakaian, Handoko cukup mengeluarkan pusakanya lewat zipper celana hitamnya.

“Pakai lagi celana mu, Mala,” titah Handoko setelah mengakhiri ‘kerja kerasnya’

Semak belukar di tengah kebun karet menjadi saksi perbuatan bejat dua manusia tanpa status jelas itu. Sebelum Mala mengenakan celana panjangnya, ia dahulukan membasuh jalan yang sudah dilalui oleh Handoko di sungai kecil dekat tempat mereka melepas cinta yang terpendam.

“Kenapa kamu segagah ini,” aku Mala tersipu malu.

Handoko tersenyum jumawa.” Pasti kamu belum pernah merasakan permainan hebat ini dengan suamimu ‘kan?”

“Sudahlah, aku tidak mau buka aib.”

Handoko terkekeh kecil.” Aku bisa memberikan service yang lebih dari ini, Mala. Bercerai lah dan menikah dengan ku.”

“Dengan opsi sama?”

“Iya, jadi istri kedua.”

“Nggak mau! Sudahlah aku mau kerja lagi.”

Handoko mencekal tangan Mala yang hendak pergi meninggalkan dirinya.” Tunggu, Mala.”

“Apa lagi?”

“Boleh kita ulangi?”

Mala berdecak sebal.

“Satu kali lagi, kamu seenak itu rupanya,” puji Handoko.

“Nanti Meni dan Lastri curiga.”

“Nggak akan!” Handoko langsung menarik tubuh Nirmala dalam dekapannya. Tak peduli panas terik, tak peduli tubuh Nirmala bau asem akibat keringat yang ia peroleh dari membabat rumput. Handoko tetap menerjang dan mengulangi aksi tak terpuji nya. Dua kali sudah, benih Handoko menyembur ke rahim Nirmala. Nirmala puas, Handoko terkulai lemas.

Sejak kejadian seminggu yang lalu, dua sejoli yang pernah menodai kebun karet tempat mereka mencari nafkah, semakin erat bagai pengantin baru. Tak ada cibiran saat mereka menyantap makan siang berdua, tidak ada yang melayangkan protes saat Nirmala meladeni sapaan Handoko di kesibukan sebagai buruh perkebunan karet milik pemerintah itu. Baik karyawan dan rekan kerja Nirmala, tidak ada yang berani mengadukan Handoko ke Darti, istri Handoko yang bertubuh gempal dan lebih tua dari si mandor Casanova perihal kemesraan keduanya. Berita kedekatan Nirmala dengan Handoko pun tidak pernah terdengar di telinga Dinata.

“Besok bawalah bekal seperti ini lagi ya.” Pinta Handoko ketika telah menyelesaikan makan siangnya bersama Nirmala dan beberapa buruh babat lainnya

“Ini uangnya.. aku tahu apa yang mau kamu katakan,” belum sempat Nirmala menyahut. Handoko sudah lebih dulu menerka isi pikiran istri Dinata itu.

“Siap! Besok aku akan masak enak dan bawa lebih banyak lagi.” Nirmala menyahut dengan yakin

“Masakanmu enak, Mala. Kalau begini terus aku bisa gemuk. Perutku yang kotak-kotak ini bisa berbentuk lingkaran,” kelakar Handoko.

“Ya kalau perut Pak mandor buncit ya Mala kaburlah cari yang lebih gagah. Bener nggak, Mal!” seru Lastri

Nirmala hanya menanggapi ocehan Lastri dengan gelengan kepala dan senyum simpulnya. “Jangan di dengerin, Pak. Mbak Lastri memang suka ngelantur.”

“Jadi?”

“Jadi apa?” tanya balik Mala

“Jadi kalau perut ku buncit kamu tetep mau sama aku?”

Huuuuuu

“Dasar gombal mukiyo Pak mandor. Pinter merayu!” pekik Meni tak mau kalah.

“Diam kamu, Meni. Mau nggak gajian Minggu ini ya?” gurau Handoko

Meni seketika menghentikan tawanya dan langsung merubah wajahnya menjadi memelas.

“Jangan dong, Pak. Saya ini janda anak dua. Kalau nggak gajian nanti anak saya makan apa?” mohon Meni.

“Makanya cari suami dong. Tuh! Marno kan suka sama kamu. Masih bujang, kerjanya rajin uangnya banyak.” Handoko menunjuk Marno dengan bibirnya

“Tapi pelit nya nggak ketulungan. Ogah deh!” cebik wanita yang berstatus janda sejak tiga tahun lalu.

“Marno! Denger nggak yang Meni bilang barusan?” tanya Handoko ketika Marno si penyadap karet mulai duduk dan meneguk air dalam botol bekas air mineral terkenal.

“Pelit? Yang benar saja, Meni suka ngad - ngadi, Pak mandor!”

Ejekan demi ejekan pun terjadi dimana para perempuan buruh dan beberapa lelaki penyadap getah, berbaur di bawah rindangnya pohon karet yang memberikan kesejukan di setiap sang surya berada di tengah kepala.

Diam-diam Nirmala dan Handoko menyelinap, mencari celah, mengelabui semua orang agar bisa sampai pada tujuan yang sudah Handoko siapkan. Dan—kejadian tak terpuji itu di ulang kembali oleh dua insan yang haus akan belaian dari pasangan masing-masing.

Hubungan gelap buruh dengan mandor nya semakin lengket, Handoko berani tampil dengan membonceng wanita yang telah beristri itu menggunakan RX KINGnya. Tak ayal, mengundang sorakan setiap kali motor Handoko melewati rekan kerja yang biasanya selalu jalan kaki bersama Nirmala. Namun, jika sudah sampai dekat perkampungan Nirmala turun. Sekadar mampir pada warung nasi langganan Handoko dan beberapa mandor lainnya. Di warung itu, Handoko membelanjakan banyak kebutuhan Nirmala dan membayar semua hutang kekasih gelapnya.

“Simpan saja uang gajimu,” ujar Handoko.

“Iya, sudah kusimpan dengan baik. Uang yang kamu bagi di kebun tadi,” sahut Mala dengan senyum manis.

“Habiskan makanmu, habis ini aku antar pulang ke Dinata si mokondo.”

“Jangan!” Jawab Mala cepat.” Aku jalan kaki saja. Jarak rumah ku ‘kan dekat dari warung ini, lagipula apa kata kak Din nanti.”

Handoko membuang nafas.” Selalu saja begini kalau mau antar kamu,” keluh mandor berparas tampan dan bertubuh atletis itu.

“Kamu bonceng aku sampai melewati perkampungan, bisa-bisa istrimu melabrak ku.”

“Berani dia menyakitimu, aku talak Darti!”

“Husss! Nggak boleh begitu. Jahat sekali.”

Handoko menyeruput kopi yang ia pesan dari pemilik warung, ia tiup dan menyeruputnya sedikit demi sedikit. Ketika cairan pekat nan manis itu masuk, mata Handoko segar, penglihatannya semakin terang apalagi jika setelah meminum di iringi suara khas orang minum kopi.

“Sore minum kopi di sebelahnya ada kamu, semakin manis saja kopiku.” Handoko berceloteh

“Awas diabetes.” Celetuk Mala yang sudah mengosongkan piringnya.

“Kamu doakan aku penyakitan?”

“Bercanda! Pak mandor. Kolot sih! Begitu saja nggak paham,” ejek Mala

“Kolot begini, kamu sampai bisa lemas ‘kan?” bisik Handoko.

Wajah ayu Nirmala merona seketika, bila mengingat pergumulan panas mereka. Benar sekali yang Handoko katakan, Nirmala dibuat tak berdaya oleh Handoko. Sebuah kepuasan batin yang tak bisa Nirmala dapatkan pada suaminya.

“Nanti malam kita pergi yuk, jalan. Malam Minggu,” ajakan Handoko terdengar begitu mengerikan di telinga Nirmala.

“Nggak usah gila! Aku harus berikan alasan apa!”

“Kita gunakan Meni!”

“Caranya?”

Malam itu, berkat bantuan Meni. Akhirnya Handoko dan Nirmala jalan berdua untuk pertama kalinya. Semakin terpancar aura kecantikan Nirmala yang mengenakan pakaian bagus, membuat Handoko ingin sekali menerkam.

Satu bulan berlalu

“Mala! Ada apa kamu mengajak bertemu di warung?” tanya Handoko yang sudah sangat penasaran dengan kabar yang Nirmala bawa.

“Kamu harus tahu kabar ini, ini sangat penting dalam hidupku.”

“Katakan! ada apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Syerin Syerin
kayaknya Nirmala hamil deh,,
goodnovel comment avatar
Syerin Syerin
Aneh yah temen²nya Nirmala pada ngedukung semua hubungannya ma pak mandor...
goodnovel comment avatar
Jelly_aiza
hamilkah Nirmala??
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 8

    “Sekalipun aku tidak hamil, orangtua Kak Din pasti akan keberatan,” cicit Mala Handoko melepaskan topi yang selalu berada di kepalanya.” Keberatan?” ulangnya. “Kenapa bisa begitu?” lanjutnya bertanya. Nirmala membuang nafas lelah.” Mertuaku sudah meminta aku dari mendiang keluargaku, mereka bilang aku adalah wanita yang cocok untuk menikah dengan Dinata.” papar Mala “Cocok? Yang benar saja! Yang ada Dinata tidak menafkahi kamu dengan baik,” cibir Handoko, cukup kesal dengan semua kelakuan rival cintanya.“Aku juga sudah tidak bisa berkata-kata lagi,” keluh Mala.“Jadi Dinata belum kerja sampai sekarang?”Nirmala hanya menggeleng sebagi jawaban.“Bagaimana jika aku tawarkan kerja sebagai penyadap getah di kebun?”“Penyadap? Artinya harus bangun pagi. Mana mampu Dinata melakukan itu semua,” sungut Mala jika mengingat semua sifat malas sang suami.“Ya dicoba dulu. Aku nggak bisa lihat kamu dalam kondisi hamil tapi masih di paksa terus kerja dengan alasan bantu ekonomi. Meskipun…seben

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 7

    “Sudah keluar?!” heran Nirmala Dinata membersihkan cairan yang tumpah di paha sang istri menggunakan kausnya.” Iya, ternyata kamu masih seenak biasanya.”“Padahal baru banget masuk ujungnya dan sudah muntah saja,” gumamnya yang tentu masih didengar oleh Dinata.“Mungkin aku terlalu capek, Mal. Jadi cepat menuju puncaknya. Yang penting sama-sama enak ‘kan,” ucapan Dinata membuat Nirmala ingin menusuknya dengan belati detik itu juga. ‘sama-sama enak katamu? Sejak kapan aku enak berhubungan denganmu’ batin Nirmala geram.“Meski cepat keluar yang penting kecebongku sudah berhasil masuk dan membuahimu,” pongah Dinata, terlalu percaya diri dengan kelihaiannya yang ia pikir perkasa itu. Dinata membuka lemari pakaian. Lemari tersebut tak bisa berbohong bahwa isinya sudah melebihi pemiliknya terlihat dari kayu yang keropos dan memiliki banyak bubuk halus yang sering buat author mainan. Pasti kalian tahulah.“Kenapa diam saja, Mala?” tanya Dinata seraya mencari baju bersih dalam lemari lap

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 6

    Hari itu Nirmala menuruti perintah Handoko untuk menempati rumah rahasia yang ada di sebuah kampung yang cukup terpencil. Berbekal sepada motor milik Handoko, Mala tiba di rumah yang masih semi permanen itu, tapi isi rumah tersebut sudah lengkap dengan segala furniture dan perabotan lainnya. “Aku juga sering kesini kalau sedang ribut dengan Darti atau lelah dengan urusan kebun,” ucap Handoko seraya merebahkan tubuhnya di sofa berwarna coklat itu. Nirmala mengedarkan pandangannya, ia pindai bangunan yang Handoko sembunyikan dari istrinya, tak begitu besar. Namun, itu terlihat nyaman. Jauh dari pemukiman warga yang padat serta dari hingar bingar suara kendaraan. “Rumahnya sejuk dan nyaman,” puji mNirmala“Memang. Apalagi sekarang ada kamu, jadi terasa semakin sejuk dan nyaman. Sini,” ajak Handoko menepuk pahanya kosong. Dengan sigap Mala meringsek maju duduk di paha Handoko dengan tangan bergelayut manja. Handoko pun mengecup pipi Nirmala, siang itu dua manusia tanpa status men

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 5

    Langkah Nirmala terasa seperti diikuti oleh seseorang dari belakang. Tak berani menoleh untuk memastikan, Nirmala justru mempercepat langkahnya agar segera sampai di pemukiman warga. Sebab warung nasi langganan Handoko letaknya terpencil dari rumah warga, warung tersebut berdekatan dengan kebun karet milik negara itu.“Mbak! Tunggu!” seru pemuda itu. Bukan berhenti, Mala setengah berlari. Ia cukup takut.“Hei!” teriaknya.” Tunggu kubilang!” seru nya lagi.Nirmala benar-benar tidak mengindahkan perintah lelaki asing yang terus mengikutinya dari belakang.“Berhenti atau aku beberkan rahasiamu dengan mandor tadi,” ancamnya. Sepersekian detik kaki Nirmala bagai dirantai ke bumi. Tubuhnya terpaku, nafasnya memburu dan jantungnya berdegup lebih kencang. Pria itu seketika menyunggingkan senyum, tak menyangka ancamannya berhasil. Ketika pria itu telah berhadapan dengan Nirmala, mata Nirmala memincing, menelisik dan memindai pria yang baru saja mengancamnya.“Siapa kamu, kamu pasti bukan pe

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 4

    Nirmala menoleh ke sisi kiri dan kanannya. Besar harapan Nirmala agar berita yang akan disampaikan ke Handoko tidak sampai di dengar oleh pemilik warung nasi langganan semua buruh perkebunan karet itu. Bisa fatal jika Ibu warung mendengar semuanya. Nirmala meremas jemari nya, matanya bergerak tak beraturan, tubuhnya sedikit tremor. Perlu keberanian yang banyak untuk membuat dirinya buka mulut didepan Handoko.“Sebenarnya ada apa, Mala? Apa yang ingin kamu sampaikan.” Handoko jadi tak sabar dibuatnya.“A-ku. Aku—.”“Aku apa? Bicara yang jelas!” desak Handoko. Nirmala mengikis jarak, wajahnya maju mencari keberadaan telinga Handoko.” Aku hamil,” cetus Mala. Mata Handoko membulat sempurna.” Ha—mil? Kamu hamil, Mala?” ulang sang mandor. “Ssssttttt! Pelankan suaramu.” Nirmala memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Masih dengan keterkejutannya, Handoko mencoba menelaah kalimat Nirmala. Mengapa Nirmala mendatangi dirinya dan berkata jika saat ini Nirmala teng

  • MEMBESARKAN BENIH MANDOR BERSAMA SUAMIKU    BAB 3

    “Pak! Mau apa, Pak?” protes Mala “Diam lah,” lirih Handoko. “Pak! Jangan, Pak,” mulut Mala menolak. Namun, otak nya menginginkan Handoko melakukan lebih. Kecupan demi kecupan menghujani wajah manis Mala hingga pindah ke bagian leher nya juga. Handoko semakin berani, lantaran Nirmala hanya diam menikmati sentuhan yang ia beri.“Mala….,” bisik Handoko lembut. Siang itu, dibawah terik mentari. Handoko menggagahi Nirmala beralaskan sebuah karung. Tanpa perlu melepas semua pakaian, Handoko cukup mengeluarkan pusakanya lewat zipper celana hitamnya.“Pakai lagi celana mu, Mala,” titah Handoko setelah mengakhiri ‘kerja kerasnya’ Semak belukar di tengah kebun karet menjadi saksi perbuatan bejat dua manusia tanpa status jelas itu. Sebelum Mala mengenakan celana panjangnya, ia dahulukan membasuh jalan yang sudah dilalui oleh Handoko di sungai kecil dekat tempat mereka melepas cinta yang terpendam.“Kenapa kamu segagah ini,” aku Mala tersipu malu.Handoko tersenyum jumawa.” Pasti kamu b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status