Di desa, Rani masih menanti dalam doa dan kerja keras. Sementara itu, jauh di seberang negeri, Bima menjalani hari-hari yang penuh darah dan keringat. Perang bukan hanya pertemuan pedang dan tombak, melainkan juga pertempuran batin yang mengikis jiwa. Sejak pertempuran besar di perbatasan, Bima dan pasukannya dipaksa bergerak tanpa henti. Mereka berjalan melewati hutan lebat, menyeberangi sungai deras, dan mendaki bukit penuh bebatuan. Malam-malam mereka diisi dengan dingin yang menusuk tulang, sementara siang hari dipenuhi terik matahari yang membakar kulit. Namun yang paling berat bukanlah rasa lapar atau letih, melainkan bayangan wajah-wajah yang ditinggalkan. Bima sering duduk di tepi api unggun, menatap bara yang meredup, lalu teringat pada Rani. Ia membayangkan istrinya menunggunya di rumah, mengurus sawah sendirian, menahan kesepian. “Tunggulah aku, Rani. Aku pasti pulang,” bisiknya dalam hati. Di sela pertempuran, kabar kemenangan
Last Updated : 2025-09-04 Read more