Rumah Sakit Pribadi Saint Heaven.Jendela mobil Cayenne hitam terbuka lebar. Leo menyandarkan sikunya di bingkai jendela, menatap ke arah salah satu jendela di lantai dua. Lewat tirai tipis yang berkibar pelan, siluet beberapa sosok samar-samar bisa terlihat di dalam ruangan.“Si nenek kecil bule itu memang luar biasa, yang di panci, yang di mangkuk, bahkan yang belum dihidangkan, semua berhasil dikumpulkan sekaligus,” George yang duduk di kursi penumpang depan mengomentari dengan nada menggoda, memecah keheningan di udara.Biasanya Leo paling jago membalas, tapi kali ini ia entah kenapa bersikap murah hati. Ia tidak menyahut, hanya bertanya dengan nada dingin, “Kapan keluarga nenek itu tiba?”“Sekitar setengah jam lagi bakal sampai ke medan perang,” sahut George, tetap dengan gaya menyebalkannya.Leo menyandarkan tubuh ke jok kursi, suara dalamnya terdengar samar dan tak bisa ditebak, “Tiga puluh menit.”George terbatuk kecil. “Nilai sempurna. Matematika kamu bukan diajar guru bahasa,
Magbasa pa