Qale belum sadarkan diri saat sampai di klinik, wajahnya masih pucat, napasnya pun pendek-pendek. Wafa tak melepaskan genggamannya sepanjang perjalanan. Tangannya terus mengusap bahu Qale, seperti menenangkan anak kecil yang habis mimpi buruk. Saat dokter memintanya Qale istirahat, Wafa mengangguk. Namun begitu Qale sadar, ia tetap memaksa bangun. Air mata masih menetes satu-satu. Tak ada kata yang keluar, hanya tubuh gemetar yang tak bisa dikendalikan. “Aku masih di sini,” bisik Wafa, pelan, “tenang dulu, ya?” Qale tak menjawab. Tapi genggamannya pada ujung lengan kemeja Wafa mengendur sedikit. Tak lama, Wafa lalu mengajak Qale pulang. Sesampainya di rumah, dia memanggil ART-nya agar membantu Qale masuk ke kamar. Wanita paruh baya itu datang tergopoh, siap memapah nona mudanya. Tapi saat akan disentuh, Qale berkata lirih : “Kak?" Wafa menghela napas. Dia mendorong kursi rodanya mendekat. "Aku temani," katanya tersenyum tipis. Kursi rodanya menempel di sisi ranjang Qale. Tangan
Terakhir Diperbarui : 2025-07-03 Baca selengkapnya