Share

BAB 15.

Author: QIEV
last update Last Updated: 2025-07-03 09:45:54

Wafa belum pergi, menemani dalam diam.

“Sya,” katanya perlahan, “istirahat dulu, ya?”

Qale tak menjawab. Tapi pelukannya pada boneka itu mengendur sedikit.

Wafa memanggil ARTnya agar membantu Qale masuk ke kamar. Wanita paruh baya itu datang tergopoh, siap memapah si nona muda untuk bangkit.

“Aku takut tidur,” katanya pelan, nyaris tak terdengar.

Wafa menghela napas. Dia mendorong kursi rodanya mendekat. Tangannya terulur mengusap pucuk kepala Qale, merapikan anak rambutnya yang basah kena air mata bercampur keringat.

Ujung jari Wafa menyeka sisa air mata di pangkal mata Qale. Mengusap pipinya dengan punggung tangan, lembut sambil tersenyum hangat.

Dia lalu menatap Qale dalam. “Kalau merasa ini mimpi, biar aku jadi orang pertama yang kamu temui saat bangun,” ucapnya lirih.

Qale menoleh, matanya masih sembab. Tapi ada sesuatu yang bergetar di dalam hatinya. Sebuah pelindung yang pelan-pelan runtuh.

“Aku nggak pengen sendiri lagi, Kak…” katanya, membalas pandangan Wafa akhirny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 30. DHUAARRR

    Langkah kaki petugas itu bagai gema di rumah Hasan. Suara salam mereka membuyarkan kegaduhan yang baru saja terjadi. Hasan menyambut dengan wajah cemas.Qale langsung ke kamarnya, sementara Wafa hanya menunduk hormat pada dua petugas itu, lalu menyusul istrinya.“Maaf ganggu, Pak Hasan. Kami dari tim penyidik Polsek. Ingin bicara mengenai proses penyidikan ulang kecelakaan-kecelakaan istri Anda, Bu Rahayu,” ucap salah satu pria berseragam.Hasan tercekat. Dia kikuk. “Silakan duduk ... Kita bicara di sana," tunjuknya ke sofa ruang tengah.Sebelum duduk, ia memanggil Mbak Mun. Wanita itu datang tergesa, takut-takut menatap Hasan juga dua orang berwajah tegas yang juga melihatnya.“Jaga di depan, jangan izinkan siapa pun masuk.” Hasan berkata pelan.Mbak Mun mengangguk dan bergegas ke depan rumah.Di ruang tengah, Hasan duduk masih memeluk Lea yang mulai tenang dari ledakan emosinya semalam. Tubuhnya tetap gemetar, tapi tangisnya perlahan mereda.Polisi ikut duduk. Salah satu dari merek

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 29.

    Qale pulang ke toko dengan wajah pucat. Langkahnya gontai turun dari ojol, membuka pintu pun tangannya gemetar, lalu menjatuhkan tubuh di atas sofa custom yang dibeli Wafa beberapa waktu lalu.Air matanya tak lagi jatuh. Hanya kekosongan mengisi relung hati. Kepalanya dipenuhi dugaan."Demi melindungi satu orang, Ayah mengorbankan yang lain … aku.”"Apa alasannya? Apa salahku?" lirih Qale pelan, matanya menatap langit-langit, sebelum akhirnya terlelap di antara lelah dan kecewa.Keesokan pagi, Wafa datang sebelum toko buka karena cemas semua pesannya diabaikan. Meski sudah saling simpan kontak sejak beberapa pekan lalu, tapi Qale tak pernah sekalipun berkirim kabar padanya.Saat Qale membuka pintu, Wafa langsung masuk. “Kamu kenapa?” suaranya parau.Qale tak menjawab. Ia hanya berjalan gontai ke dalam, duduk diam di kursi toko. “Semua dugaanku benar,” bisiknya.Wafa mendorong kursi rodanya mendekat, mengamati ekspresi wanitanya. "Kan sudah kubilang, siap atau nggak?" balasnya. "Kalau

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 28.

    Perjalanan pulang malam itu terasa berbeda. Sudah berhari-hari Qale tak menyentuh jalanan ini. Kali ini, ia memandangi setiap kilometer yang mereka lewati seakan itu serpihan masa lalu yang perlu ditandai ulang.Suasana temaram. Lampu jalan sesekali redup. Supir Wafa memperlambat laju kendaraan saat mulai memasuki jalanan berliku. Tikungan tajam menuntut konsentrasi penuh, namun justru di sana Qale melirik ke arah Wafa.Pria itu tampak tenang. Tapi saat roda mobil melintasi lengkung akhir tikungan, Qale sempat menangkap sesuatu.Wafa menutup mata.Tangannya mengepal di atas paha. Menahan napas. Seolah ... ada ingatan yang ingin dia tahan agar tidak keluar dari gerbang bawah sadar.Qale tak bicara. Dia hanya memperbaiki duduknya, memiringkan tubuhnya pelan. Marka jalan yang penyok di ujung sana sejenak menarik perhatiannya. Itu marka yang sama saat melihat dari atas bukit ketika lari pagi beberapa waktu lalu.Dia tahu. Tempat itu pernah jadi saksi.“Kak?” lirihnya sambil menyandarkan k

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 27.

    Hasan mematung di ambang pintu kamarnya. Napasnya masih tersengal, dada sesak oleh tudingan Qale yang terlalu tajam dan tepat. Dengan langkah lunglai, ia masuk, lalu membuka sebuah laci tua di samping tempat tidur.Di sana, bertumpuk surat-surat lama. Surat visum Rahayu. Surat warisan. Surat wali anak. Semua tersimpan rapi—seperti luka lama yang tak pernah dibuka, hanya disimpan agar tak menetes.Tangannya bergetar saat membuka amplop berisi rekam medis Lea. Ia membaca perlahan. Ada diagnosis lama yang tertulis di sana : trauma visual, indikasi kerusakan retina, dan kemungkinan pemulihan.Air mata Hasan jatuh di antara lembaran kertas. “Maafin Ayah, Lesa,” gumamnya dengan suara patah. “Maafin aku, Rahayu … Aku emosi saat itu. Kehilanganmu membutakan aku. Tapi aku juga salah … hingga Lea…”Bahunya berguncang, tubuhnya membungkuk seperti ditarik oleh penyesalan. Tapi semua terlanjur terjadi.***Keesokan harinya, Hasan muncul di toko Anak Lipat.Bau kopi, mentega, dan selai menyeruak da

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 26.

    Malam mulai menua. Tapi toko Anak Lipat belum sepenuhnya lengang. Wafa duduk di kursi panjang depan toko, memangku buku catatannya, sementara Qale duduk di sebelahnya, mendongakkan wajah menatap langit.“Aku pengen pastikan, Kak,” gumam Qale akhirnya.Wafa menoleh. “Soal Lea?”“Ya. Dan Deni. Semua ini terlalu rapi. Seperti disusun biar kita nggak sempat curiga.”Wafa mengangguk pelan. “Kamu harus masuk dengan cara luwes, Sya ... Ada ide?" katanya, masih melihat istrinya.Dia lalu membuka halaman buku catatannya. “Akhir-akhir ini aku sering nginep di sini, aku pikir kita harus beli sofa bed custom. Jangan tidur di lantai.”Qale tak menanggapi, baginya itu tak penting. Jika badan lelah pun akan terlelap dengan sendirinya. Lagipula ini bukan pertama kali dia tidur di lantai. Sudah sejak 4 tahun lalu, ketika memutuskan keluar dari rumah itu.Wafa menyodorkan gambar sederhana ke hadapan Qale. Namun, Qale hanya mengangguk, setuju dengan designnya."Dinding dilapis pakai MDF, ya. Biar nggak

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 25.

    Qale kembali ke toko dan langsung bertemu calon pemesan lainnya. Menjelang malam. Udara di dalam toko mulai dingin, tapi hati Qale belum juga tenang. Suaminya datang pun nyaris tak dia sadari sebab melamun."Kak," tegur karyawannya tepat saat akan pulang.Qale mengangkat wajah, mengangguk ke arahnya, "He em, hati-hati ya, Ria," katanya seperti biasa bila si karyawan akan pulang, lalu menunduk lagi.Ria menepuk pelan meja kasir, "Bukan," bisiknya sambil melirik ke arah kiri. Qale mengintip dari sisi tubuh Ria, lalu senyumnya muncul ketika melihat Wafa baru masuk ke tokonya.Di pangkuannya tampak tas laptop juga sebuah buku catatan. Senyum Qale disambut hangat olehnya. “Gimana tadi ngantar pesanan?” tanyanya.Qale mengernyit, dia tidak bilang soal pesanan. Darimana Wafa tahu, pikirnya. Dia melambai ke arah Ria yang pamit pulang lalu menghampiri Wafa dan duduk di hadapannya.“Tahu dari?" "Dari dia," balas Wafa menunjuk dengan jempolnya ke arah Ria yang sudah di parkiran. "Tadi aku k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status