All Chapters of Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila: Chapter 41 - Chapter 50

Mereka tidak pernah saling menyematkan cincin pernikahan yang menjadi simbol keabadian.Itu sebabnya, sejak awal pernikahan mereka memang sudah ditakdirkan tidak akan bertahan lama. Hanya saja, Monica yang bersikeras tidak mau menyerah dan memaksakan hubungan itu hingga bertahan lima tahun.Untungnya, sekarang Monica akhirnya tersadar tepat waktu.Saat ini, dalam hati Monica hanya ada satu pemikiran. Tatapannya tertuju ke arah cincin itu, begitu tenang dan tanpa gelombang emosi.Namun, Surya justru mengira dia kembali berniat menjual cincin itu sehingga memberi peringatan dengan suara dingin, "Kalau kamu berani menjualnya lagi cuma demi sedikit uang itu, jangan salahkan aku yang bertindak keras."Hanya 16 miliar, tetapi Monica sampai hati menjualnya?Monica tidak menjawab. Sebab kenyataannya, tadi memang sempat terlintas di pikirannya kalau dia menjual cincin itu sekali lagi, mungkin dia bisa segera melunasi seluruh biaya pengobatan Bonia.Sayangnya baru saja muncul, niat itu langsung

Namun, setelah Agnes berhasil meniti karier selama bertahun-tahun dan akhirnya menjadi seorang artis terkenal, ayah kandungnya kembali muncul. Dia sering kali menggunakan kakek dan nenek Agnes sebagai alat untuk mengancam demi mendapatkan uang darinya.Padahal setahu Monica, masalah ini sebenarnya sudah diselesaikan Agnes lima tahun lalu. Dia benar-benar tidak menyangka ayah yang serakah itu akan kembali muncul, bahkan kali ini sampai menjadi topik populer di media sosial. Ini menandakan permasalahannya cukup besar. Monica pun tidak tahu bagaimana Agnes akan menghadapinya.Monica sangat khawatir dengan keadaan temannya. Berhubung tidak mendapat respons dari Agnes, dia memanggil lagi dengan nada cemas, "Agnes?"Baru saja suara itu selesai diucapkan, dari seberang terdengar suara-suara aneh.Monica sontak tercengang."Um. Aku nggak apa-apa, tenang saja ...." Suara Agnes terdengar terputus-putus dan tidak stabil."Kamu lagi apa? Olahraga ya?" Monica bertanya dengan heran karena napas di t

Di dalam hati Mona, perlahan muncul sebuah dugaan. Apakah Nyonya Monica berniat pergi? Kalau Nyonya Monica benar-benar pergi suatu hari nanti, dia sangat penasaran akan seperti apa ekspresi Tuan Surya nantinya? Apakah masih tetap sedingin biasanya atau ........"Monica, kamu hebat banget kali ini!" Yunita baru saja menerima umpan balik dari klien dan langsung datang untuk memuji Monica. "Mereka sangat puas dengan konsep yang kamu ajukan, bahkan langsung memperpanjang kontrak kerja sama jangka panjang. Ke depannya, semua pesanan rangkaian bunga khusus akan dipercayakan ke kita!""Wah, Kak Monica keren banget!" Rekan-rekan yang lain pun ikut memberikan selamat pada Monica."Nggak disangka ternyata Kak Monica selama ini menyimpan kemampuan luar biasa! Awalnya, kami kira kamu cuma pemula yang baru masuk ke dunia kerja!"Mendengar itu, Monica hanya tersenyum merendah. "Kalau dibandingkan dengan kalian, aku memang masih terbilang baru. Jadi ke depannya, mohon banyak bimbingannya ya.""Sudah

"Harta karun?" Edwin melirik sekilas ke arah Monica yang sedang memangkas batang bunga, lalu mendengus pelan. "Sepertinya nggak sampai begitu deh. Dia cuma pakai cara-cara nggak terhormat biar bisa nikah sama Surya. Selain itu, dia juga bukan tipe yang bisa duduk diam di rumah. Kalau nggak, mana mungkin sekarang keluar dan bikin masalah seperti ini? Nggak tahu deh ini disengaja atau nggak."Nada suara Edwin penuh sindiran walau samar.Mendengar itu, tangan Monica sempat berhenti sebentar saat memotong bunga, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa mengucap sepatah kata.Orang-orang lain di ruang VIP itu tidak begitu paham sehingga langsung melirik ke arah Surya.Hanya saja, ekspresi Surya tetap tenang tanpa perubahan sedikit pun. Dia dengan santai memainkan satu kartu dan membuangnya ke tengah meja.Melihat betapa dinginnya sikap Surya, Edwin langsung menyambar lagi seolah-olah itu adalah kesempatan emas, "Surya, sebaiknya kamu cepat-cepat ceraikan wanita yang hatinya penuh tipu da

Di wajah Edwin tersungging senyum tipis, tetapi tatapannya dari atas ke bawah ke arah Marlin membuatnya terlihat seperti iblis yang tengah mengintai mangsanya."Aku ... aku ...." Suara Marlin bergetar hebat. Kedua kakinya tak bisa lagi berdiri tegak dan mulai lemas tak terkendali.Namun, Edwin justru makin menekan. Dia bertanya satu kata demi satu kata dengan nada mengejek sambil tersenyum, "Mau minum atau nggak?""Ayo, jawab dong!" Para wanita di ruangan itu semuanya bersikap seperti menonton pertunjukan dan memanas-manasi. "Jadi, gimana? Kamu mau minum nggak?"Wajah Marlin pucat, lalu merah bergantian. Di bawah tekanan besar dan rasa takut yang mencengkeram, dia merasa pusing dan tubuhnya langsung ambruk ke lantai.Monica yang sigap langsung menahan tubuhnya agar tidak jatuh membentur lantai. "Marlin!""Habis sudah ...." Wajah Marlin dipenuhi jejak air mata yang acak-acakan. "Kak Monica, riwayatku bener-bener tamat kali ini ...."Marlin bukan hanya takut dengan kalajengking-kalajengk