Begitu kata-kata itu keluar, seketika dada Sinta menjadi tempat bersandar bagi Damar yang akhirnya tak bisa menahan tangisnya.Sinta menemaninya mabuk-mabukan hingga larut malam. Ketika pengaruh alkohol memuncak, segalanya pun terjadi begitu saja di antara mereka. Malam itu berlalu tanpa sepatah kata pun.Hingga keesokan paginya, saat rasa sakit di kepala menyadarkannya, Damar baru kembali mengingat keberadaanku."Sinta, aku harus pergi mencarinya. Dia mencintaiku sampai rela merelakan segalanya demi kita. Kamu juga bisa melakukannya, 'kan? Nanti kamu tinggal di apartemen perusahaan, dia tetap tinggal di rumah ini. Kita tetap seperti dulu, bagaimana?"Damar mengucapkan itu dengan lembut, bahkan ada harapan yang mengambang di matanya.Sinta yang baru saja selesai mandi, sontak terdiam. Tangan yang sedang merapikan sabuk jubah mandinya ikut membeku, tetapi akhirnya dia mengangguk pelan.Namun, tepat ketika Damar hendak memesan tiket pesawat, ponselnya berdering.[ Asisten: Pak Damar, sel
Baca selengkapnya