All Chapters of Kini Aku Jadi Tantemu!: Chapter 31 - Chapter 40

Aurora ingin bilang, dia sudah mati di penjara.Namun, dia tidak mengatakannya.Bagaimanapun, dia masih hidup.Hanya saja, hatinya yang dulu begitu setia pada Keluarga Guntara, sudah mati.Dia tidak menjawab pertanyaan Nevan, hanya berkata dengan tenang, "Tuan Nevan, tolong jangan ganggu pekerjaanku. Silakan kembali ke ruanganmu."Setelah berkata begitu, dia pun berbalik hendak pergi, tetapi tangan Nevan masih mencengkeram lengannya erat-erat, membuatnya tidak bisa melepaskan diri."Aurora, kamu sebenarnya mau apa?" Nevan menatapnya tak percaya. "Cuma lima tahun! Elira sudah menderita begitu banyak di luar, dia tidak bisa masuk penjara lagi. Kamu sudah hidup enak bersama Keluarga Guntara selama lebih dari sepuluh tahun, masa kamu tidak rela bantu dia sedikit saja? Harus sampai segitunya?""Aku sudah bantu dia, 'kan? Lima tahun sudah lewat. Aku juga sudah keluar dari penjara. Jadi, aku dan Keluarga Guntara tidak ada hubungan lagi."Lima tahun lalu, saat Keluarga Guntara memaksanya untuk

"Pffft!"Kalimat terakhir itu benar-benar membuat Aurora tertawa.Kakaknya yang selalu tampak sempurna, ternyata juga pernah ditolak oleh seorang wanita!Sebaliknya, Aurora sama sekali tidak merasa Jenna tidak tahu malu, justru dia sangat mengaguminya. Mengagumi keberaniannya, ketegasannya, dan caranya yang terang-terangan menyampaikan apa yang dia pikirkan."Aku tidak asal bicara. Kakakmu itu jelas tidak berpengalaman, gerakannya kaku dan benar-benar tidak tahu apa-apa. Rasanya sangat tidak nyaman."Ucapan Jenna terlalu blak-blakan, sampai-sampai wajah Aurora memerah.Dia jadi teringat pada malam pertamanya dengan Ares, juga satu-satunya malam dia tidur dengannya. Malam saat Kael hadir dalam hidupnya.Hanya saja, waktu itu dia sendiri pun tidak sadar sepenuhnya. Ares juga sepertinya tidak dalam keadaan sadar. Yang dia ingat hanya gelap gulita dan tubuh mereka saling berpaut dengan begitu kuat. Akan tetapi, rasanya sangat menyakitkan, dan setelah itu dia pingsan. Dia sama sekali tidak

Dia kembali berkata, "Aku lelah. Aku ingin istirahat lebih awal. Bukankah besok pagi kita masih harus menjenguk… Ibu?"Akhirnya, dia tetap memilih memanggil dengan sebutan yang telah digunakan selama belasan tahun, Ibu."Mm, kamarmu sudah lama dibereskan. Hanya saja kamu belum sempat pulang," ujar Nevan. Mendengar Aurora menyebutnya dengan sebutan itu, suasana hatinya jadi lebih tenang dan dia tidak lagi menekan.Dia mengikuti Aurora naik ke lantai atas.Meskipun sudah lima tahun berlalu, Aurora tetap bisa dengan mudah menemukan kamarnya sendiri. Dia sempat ragu sebelum membuka pintu.Nevan lebih dulu menyalakan lampu.Isi kamar itu masih persis seperti sebelum dia dipenjara. Ruangan itu memang sengaja dibiarkan seperti sedia kala.Namun, sebenarnya kamar ini dulunya adalah kamar tamu, jadi tampilannya cukup sederhana. Nuansa hitam, putih, dan abu-abu yang netral. Setelah dia pindah ke kamar ini, dia tidak banyak menambahkan dekorasi, hanya sebuah meja belajar dan rak buku.Kamar aslin

Satu detik, dua detik, tiga detik...Waktu terus berlalu, tetapi dari seberang sana tetap tidak ada suara apa pun.Aurora berpikir, 'Mungkin memang bukan Elric yang menelepon. Mungkin saja Zayden tidak sengaja menyentuh ponselnya saat tidur, jadi tanpa sadar menekan tombol panggil dan tersambung padanya.'Tepat saat dia hendak menutup telepon, terdengar tiga ketukan pelan dari seberang. Aurora yakin dia tidak salah dengar."Elric, benar kamu ya!"Aurora sangat terkejut. Dia tidak menyangka Elric akan meneleponnya menggunakan ponsel Zayden. Ditambah lagi, Zayden tidak bicara sama sekali. Mengingat waktunya juga sudah malam, kemungkinan besar Zayden sedang tidur dan Elric diam-diam mengambil ponselnya."Kamu masih sakit?" tanya Aurora cepat-cepat.Dari seberang, kembali terdengar tiga ketukan. Aurora langsung tahu itu adalah jawaban Elric. Artinya, kondisinya sudah jauh membaik."Elric tidur terlalu lama siang tadi ya? Jadi sekarang kamu belum mengantuk dan ingin mengobrol sama Kakak?" A

"Aku barusan cuma bilang satu kalimat, dan itu pun sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ares. Di ruang tamu ada rekaman CCTV, kamu bisa lihat sendiri," ucap Aurora dengan tenang sambil menatap Nevan."Aku sebentar lagi harus ke rumah sakit menjenguk Ibu, mana ada waktu buat lihat rekaman di sini! Bi Ratih sudah siapkan sarapan, kalian semua makan dulu. Nanti, Elira, kamu ikut kami juga ke rumah sakit," perintah Nevan, suaranya penuh wibawa seperti kepala keluarga.Aurora pun menanggapi dengan tawa dingin.Bukan karena tidak ada waktu untuk melihat rekaman, dia hanya sudah terbiasa percaya pada Elira, jadi tidak peduli apakah Aurora disalahpahami atau tidak.Ya, mereka berdua memang saudara kandung sedarah, sedangkan dia... bahkan bukan bagian dari Keluarga Guntara.Aurora mencicipi sarapan, tetapi rasanya begitu asin sampai dia memuntahkannya. Tatapannya langsung bertemu dengan pandangan licik Bi Ratih yang berdiri tak jauh darinya.Sepertinya bubur ayam dengan telur pitan dan dagi