Все главы Gairah Liar Paman Tiriku: Глава 31 - Глава 40

Semua mata tertuju pada Nathan. Hal itu membuat suasana semakin canggung karena Nathan terkesan mengenal Maira lebih jauh tak seperti keponakan dan Om.“Alergi?” tanya Devan. “Maira, kamu alergi udang?”“Ah, iya. Aku alergi udang dan seafood lainnya,” jawab Maira. Devna memicingkan mata menatap tajam Nathan seperti sedang menunggu penjelasannya, dari mana dia tahu hal itu?Nathan tak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada di sana, dia bergegas mengambil menu untuk memesan beberapa makanan yang dia suka.“Aku ke toilet sebentar,” ucap Maira.Tak hanya sendiri, Selly juga mengikuti Maira ke toilet, meninggalkan Nathan dan Juga Devan.“Ehm, dari mana kamu tahu Maira alergi udang?” selidik Devan.“Aku ini Om-nya, aku tahu apa yang disuka dan nggak dia suka,” papar Nathan.Jika dilihat dari hubungan mereka memang tak ada salahnya, tapi bukankah mereka bertemu sudah dewasa satu sama lain?Devan menahan diri untuk tidak curiga berlebihan.“Dari menu makanan yang ada di sini, apa yang Ma

Ucapan Nathan benar-benar membuat bulu kuduk Maira meremang seketika.Kisah cinta terlarang? Yang benar saja, kalau sampai Papanya tahu Maira yakin harta warisan untuknya hanya angan semu.“Kamu berpikir terlalu berlebihan, Nathan. Aku nggak mau dekat dengan pria yang bekas orang lain.”Setelah mengatakan itu Maira berniat keluar dari kamar. Namun, pria itu memeluknya dari belakang.“Lepas!”Tangan Nathan semakin erat. Maira bisa merasakan hangatnya nafas Nathan di ceruk lehernya.Dengan kasar Maira mendorong tubuh Nathan lalu keluar dari dalam kamarnya. Namun, betapa terkejutnya Maira saat matanya bertemu dengan tatapan tajam Ami.“Maira,” tuturnya.Matanya meneliti seluruh tubuh Maira dari ujung kaki sampai ujung rambut.Sadar akan hal itu, segera Maira menutup pintu sambil merapikan penampilannya yang kacau.“Dimana Nathan?” sambungnya.“Entah, aku nggak liat Om Nathan, Nek,” kilah Maira.Sudut mata Ami melirik ke arah pintu. “Ayo, turun. Makanan sudah siap.”“I-iya Nek.”Maira me

Deru nafas saling memburu. Maira bisa merasakan hangatnya nafas pria yang ada di hadapannya. Nathan kembali mengangkat dagu Maira, jari telunjuknya mengusap bibir ranum yang terlihat sedikit bengkak karena ulahnya. “Aku menginginkanmu, Maira,” desisnya kembali meraup bibirnya secara agresif. Perlahan pria itu mengangkat tubuh Maira ke dalam kamar tanpa melepas pagutannya. Bohong jika Maira tak menginginkan hal yang lebih. Tubuhnya seperti sudah terbiasa merasakan kenikmatan dan tak bisa menolak sentuhan dari mantan kekasihnya itu. Satu persatu pakaian keduanya berjatuhan di lantai seiring dengan desahan yang mulai menggema. Wanita itu tampak hanyut dalam pelukan Nathan, sementara kedekatan mereka terasa begitu intens. Buliran keringat menjadi saksi betapa dalamnya perasaan Nathan, seolah tak ingin ada yang memisahkan mereka. “Eugh, sayang,” bisik Maira dengan lembut, membuat Nathan semakin tenggelam dalam momen itu hingga akhirnya mencapai puncak kehangatan mereka bersama."

Suara Maira tercekat— tak percaya melihat foto yang ada di depannya. Banyak sekali pertanyaan yang hinggap di kepalanya, dari mana Selly tahu?“Aku dengar Nathan menjadi tunanganmu di acara itu,” ungkap Selly.Maira menggeser ponsel Selly lalu berkata, “Dari mana kamu dapat gosip murahan itu?”“Dari salah satu teman yang datang ke acara itu. Meski kalian itu ponakan dan Om, menurutku hal itu nggak pantas.”“Nggak pantas menurut sudut pandangmu, buktinya orang yang memberitahumu saja percaya kalau Nathan itu tunanganku.”Tangan Selly mengepal di lahunannya.“Apa orang tuamu tahu hal ini?” tanyanya.Dari pertanyaan Selly, Maira menangkap sesuatu hal yang mengancam dirinya.“Sebelum kamu tanya orang tuaku, sebaiknya kamu tanya calon suamimu itu. Aku yakin kamu nggak berani tanya dia karena tempramen-nya, bukan.”Maira menyeringai, Selly bukanlah ancaman bagi Maira. Dia tak akan kalah dengan wanita yang hanya punya mulut tapi tidak punya otak.Selly tertawa getir. “Dia terlalu sibuk mengu

[Hai, Maira.]Maira mengabaikan pesan dari nomor asing.[Masih ingat aku kan, aku Adi teman SMA dulu. Kita juga bertemu di acara reuni.]Pesan berikutnya. Maira hanya membaca tak mau berurusan lagi dengan teman SMA-nya kecuali Devi.Tak lama notif pesan pun kembali masuk. [Aku menunggumu di lobi]Pesan Devan. Maira tak henti-hentinya menyunggingkan senyum saat membalas pesan Devan. Sebelumnya keduanya sudah berniat untuk menonton film kesukaan Maira.“Ehm, kenapa kamu belum pulang?” tanya Nathan melihat Maira masih duduk manis.“Ah, ini mau pulang,” jawabnya.Maira dan Nathan pun masuk ke dalam lift yang sama. Pandangan Maira tak beralih sedikit pun dari ponselnya membuat Nathan penasaran.“Aku ingin makan nasi goreng buatanmu,” tutur Nathan.Namun, Maira hanya fokus ke layar ponsel— mengabaikan Nathan.“Maira.”“Hm, apa?”Tepat saat Nathan akan membuka mulutnya pintu lift terbuka. Maira tersenyum ketika melihat Devan berdiri menunggunya.“Udah nunggu lama?” ujar Maira keluar dari