All Chapters of Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam: Chapter 111 - Chapter 120

Rad bisa menegur sejak tadi, tapi paham jika itu bagian rencana Irene dan membiarkannya. Irene ingin berita itu menyebar, maka kini terkabul.  Berita Blance yang menyusup ke atas ranjang Ben, kemungkinan akan menjadi gossip empuk dan menyebar ke penjuru Marseilles dan kemungkinan besar sampai ibukota jika semua orang menganggapnya menarik. Dan pastinya memang begitu. Bree yang sudah membuktikannya. Breeta tentang Ben jelas saja menarik perhatian semua orang. Tapi kini bukan nama Bree yang akan disebut, bukan namanya yang akan dihina. Bukan namanya yang akan menjadi bulan-bulanan dan mendapat nilai buruk. Dan ayahnya tak perlu lagi sedih dan malu, dan seharusnya tidak patah hati sampai membuatnya sakit. Bree menghela napas, menarik diri dari lamunan, menatap punggung Rad yang ada di depannya. “Kita kemana?” tanya Bree. “Kau sering sekali bertanya itu padaku.” Rad tiba-tiba

“Dimana mereka?” tanya Rad, kepada Campy yang menunggunya tak jauh dari pintu balkon. “Lady Blanche sedang bersiap di dalam kamar Yang Mulia Pangeran. Eva sedang membujuknya. Mungkin sebentar lagi akan keluar. Pangeran sudah keluar dari sejak tadi, dan sekarang ada di ruang kerja Anda. Lady Irene sudah saya bawa ke sana.  “Suruh Blanche cepat menyusul. Dia harus mendengar ini pembicaraan ini.” Rad tidak mempertimbangkan keadaan emosi Blanche yang pasti belum stabil, hanya ingin pembicaraan ini cepat selesai.   “Baik, Your Grace.” Campy lalu mengetuk pintu kamar Ben, tempat Blanche berada. Sedang Bree dan Rad berjalan turun ke bawah, menuju ruang kerja Rad.  “Dia akan kesal sekali,” kata Bree. “Maksudmu Irene?” Rad menoleh pada Bree yang ada di sampingnya. “Ya.” “Dan apa kita h

“Kirimkan surat kepada Albert secepatnya,” kata Rad, kepada Campy.  Irene kembali menggeleng.  “Apapun kecuali itu,” bisiknya, sementara air mata menetes di pipinya. Sepertinya Albert benar-benar memberinya mimpi buruk. Dia sangat ketakutan.  “Kau ingin hukum penggal? Aku bisa mengaturnya juga kau ingin, tidak masalah.” Rad menyahut dengan santai. Irene menunduk kembali, sementara tangannya saling meremas di pangkuan sampai terlihat memutih. Tentu dia lebih memilih ayahnya yang murka dibanding hukuman mati. Blanche yang ada di sebelah ibunya, menoleh sekejap, tapi kemudian membuang muka. Dia jelas marah pada ibunya, karena tadi mencoba mengorbankan dirinya, dengan menyebut jika dia masuk ke kamar Ben. Itu akan membuat namanya menjadi semakin buruk. “Ini saatnya untuk membahas Blanche.” Blanche mendongak, terlihat Rad memandangnya

“Belum ada jawaban?” tanya Rad, pada Campy dan Edmond, yang masing-masing memeriksa tumpukan surat untuknya.  “Belum, Your Grace.” Mereka menjawab bersamaan.  “Dan ini baru sehari berselang. Tentu saja tidak mungkin ada jawaban, apalagi Anda kemarin mengirimnya pada saat malam,” kata Campy, terdengar menegur karena Rad berharap hal mustahil. “Saya sudah mengatakan kepada kurir untuk tidak berhenti sebelum mencapai tujuan di perbatasan Marseilles, tapi Anda tahu perjalanan ke sana paling tidak tetap membutuhkan seharian penuh.”  Campy meminta Rad bersabar, karena paling tidak suratnya baru nanti malam di terima oleh tujuan. Sekarang baru sore. Rad mengeluh, sambil bangkit meraih mantel yang ada di sandaran kursinya. “Sudah tinggalkan semua surat itu! Kita ke depan!” Sebenarnya Rad tidak ingin dipusingkan lagi dengan urusan

Bree memelankan laju Gris, karena mereka mulai memasuki area yang mulai gelap.  Sejak tadi Bree masih melintasi area yang memiliki rumah maupun persawahan yang menandakan kehidupan, tidak terlalu gelap gulita. Tapi sekarang dia memasuki area sepi yaitu hutan. Menurut jalur peta yang sekarang sudah dihafal oleh Bree, hutan itu adalah penanda jika dia sebentar lagi akan sampai di perbatasan Marseilles.  Bree beruntung malam ini langit cukup cerah, dan bulan muncul. Belum bulat sempurna, tapi cukup menerangi jalan. Beberapa kali Bree tertolong dengan keberadaan bulan itu, melihat lubang di jalan dan menyingkir, sebelum Gris melewatinya, dan bisa saja terjatuh. Menunggang saat malam, jauh lebih menantang. Bree tidak bisa memacu Gris secepat biasanya, karena tidak ingin jatuh dengan konyol, dan celaka. Ini pengalaman pertamanya menunggang sendiri dalam jarak jauh, tapi Bree paham dia tidak boleh terburu nafsu dan