All Chapters of Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik: Chapter 191 - Chapter 200

Begitu lama hingga mereka telah berjalan terlalu jauh ke arah yang berbeda di persimpangan jalan. Meskipun ingin berbalik, semuanya juga sudah terlambat.Kaivan memaksakan seulas senyum. "Jangan khawatir, aku datang bukan untuk gangguin kamu. Hari ini, aku datang karena ada sesuatu yang mau kuberikan padamu.""Kalau itu sesuatu yang pernah kuberikan padamu, langsung dibuang saja."Ekspresi Kaivan membeku. "Bukan ... ini barang lain."Adeline mengerutkan kening. "Seharusnya nggak ada lagi barangku yang tertinggal di tempatmu."Kaivan melangkah ke arah Adeline. Ketika melihat tatapan waspada Adeline, dia tiba-tiba berhenti. Sekarang, bahkan mendekati Adeline juga merupakan sebuah kemewahan.Kaivan mengulurkan tangannya dengan telapak tangan menghadap ke atas. "Adel, ini sesuatu yang pernah kujanjikan padamu sebelumnya. Maaf, aku baru tepati janjiku itu sekarang."Melihat kunci di telapak tangan Kaivan, Adeline membeku sesaat. Kemudian, tatapannya berubah dingin. "Kaivan, apa maksudmu?"K

Petra mengangkat sebelah alisnya. "Bukannya kamu lagi sibuk persiapkan ujian masuk pascasarjana dan buka firma hukum? Kamu sempat?""Orang-orang yang melamar di firma hukum akhir-akhir ini kurang cocok dengan permintaanku. Aku berencana untuk menyesuaikan persyaratan dan gaji. Jadi, ujian masuk pascasarjana itu bisa ditunda untuk sementara waktu."Lagi pula, Adeline berencana untuk mendaftar tahun depan sehingga dia punya lebih banyak waktu. Petra terdiam sejenak, lalu berujar, "Setelah dipikir-pikir, aku rasa kamu akan tetap kelelahan kalau harus sempatkan waktu untuk masak lagi di malam hari. Kalau kamu merasa nggak enak hati, habis makan nanti, kamu temani saja aku pergi belanja bahan makanan. Kamu bayar belanjaannya, aku yang masak. Gimana?"Adeline merasa tergoda, tetapi juga merasa ini akan melelahkan bagi Petra."Tapi, itu juga akan menyita banyak waktumu.""Nggak apa-apa. Kebetulan, aku memang lagi nggak kerja dan berencana istirahat di rumah untuk beberapa saat. Masak untuk s

Henry tidak ingin ditolak. Setelah Adeline meninggalkan firma hukum, dia selalu menyesal karena tidak mengungkapkan perasaannya secara terus terang, juga menyesal tidak menghubungi orang tuanya untuk meminta bantuan di masa-masa tersulit Adeline.Selama periode ini, Henry bekerja tanpa fokus setiap harinya dan terus-menerus memikirkan Adeline. Dia juga telah mencoba melupakan Adeline, tetapi gagal.Adeline awalnya mengerutkan kening, lalu berkata, "Henry, kurasa lebih baik kamu tetap kerja di Celesta daripada jadi asistenku. Celesta itu firma hukum yang secara keseluruhan lebih kuat dan punya perkembangan lebih pesat. Firma hukumku baru saja terdaftar dan mungkin akan gulung tikar suatu hari nanti. Aku nggak mau menghambatmu."Henry menatap mata Adeline lekat-lekat. "Kak Adeline, aku percaya padamu. Aku yakin firma hukummu nggak akan gulung tikar."Melihat keseriusan di mata Henry, Adeline mengerutkan bibirnya dan merasa sedikit tersentuh. Bagaimanapun juga, dia sendiri juga tidak yaki

"Ini jam pulang kerja yang macet. Jadi, aku berangkat setengah jam lebih awal.""Iya, tadi kami juga berangkat sepuluh menit lebih awal, tapi tetap kejebak macet sebentar."Adeline berjalan menghampiri Petra, lalu memanggil pelayan dan mulai memesan makanan. Setelah selesai memesan makanan, Adeline bangkit untuk pergi ke toilet.Begitu pintu ruang privat ditutup, Henry menatap Petra. "Paman, aku nggak tahu kamu kenal sama Kak Adeline."Mendengar Henry memanggil Adeline "kakak," Petra mengerutkan keningnya. "Emm, aku mau kejar dia."Ekspresi Henry seketika membeku. Dia tidak menyangka Petra akan begitu blak-blakan. Setelah terdiam beberapa detik, dia memberanikan diri untuk menatap Petra. "Paman, aku juga suka sama Kak Adeline. Aku nggak akan menyerah. Kita andalkan saja kemampuan masing-masing untuk mengejarnya."Henry telah meninggalkan pekerjaannya di Celesta demi berada di sisi Adeline. Dia bukan hanya ingin membantu Adeline mengembangkan firma hukum, tetapi juga untuk mengejar Adel

Setelah berpikir semalaman, pikiran Adeline justru makin kacau. Dia merasa seperti ada benang kusut dalam benaknya. Dia bukan hanya tidak bisa menguraikannya, malah membuatnya menjadi makin kusut.Setelah mencuci wajah dan menyikat gigi, Adeline memeriksa jam sebelum berganti pakaian dan sepatu, lalu keluar. Saat dia membuka pintu, pintu di seberangnya juga terbuka.Ketika mata mereka bertemu, Adeline terlebih dahulu mengalihkan pandangannya. Menyadari tatapan Adeline yang menghindar, Petra ragu sejenak sebelum berkata, "Pagi.""Pagi ...."Adeline menutup pintu, lalu menunduk sambil berjalan menuju area lift. Baru saja dia berjalan sampai ke area lift, dia mendengar langkah kaki di belakangnya."Adeline, ada yang ingin kubicarakan denganmu."Begitu Petra selesai berbicara, Adeline buru-buru menjawab, "Pak Petra, aku agak sibuk hari ini .... Aku mungkin nggak punya waktu ...."Mendengar Adeline memanggilnya "Pak Petra", yang mana secara tidak langsung menjauhkan jarak mereka, secercah k